faktor pembawaan yang mempengaruhi ditentukan oleh
Memahamifaktor yang mempengaruhi pembawaan vs lingkungan. 4. Dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang pembawaan vs lingkungan Sebagai kesimpulan dapat dikatakan jalan perkembangan manusia sedikit banyak ditentukan oleh pembawaan yang turun temurun oleh aktifitas atau penentuan manusia sendiri yang dilakukan dengan bebas di bawah
21. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik 1. Faktor internal Yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian faktor internal bisa dibagi menjadi 2 macam faktor fisik dan faktor psikis (Zunun, 2008). a
MANUSIADAN PANDANGAN HIDUP Faktor yang mempengaruhi tingkah laku seseorang: 1. Faktor pembawaan (heriditas) yang telah ditentukan pada waktu seseorang masih dalam kandungan. Pembawaan merupakan hal yang diturunkan oleh orang tua. Tetapi mengapa mereka yang saudara sekandung tidak memiliki pembawaan yang sama.
e Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak. Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak antara lain adalah: 32 1 Insting Naluri Aneka corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh kehendak yang dimotori oleh insting seseorang 31 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah
Namunberdasarkan Uji t secara parsial faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap Mutu Prasarana Jalan Perumahan di Kabupaten Malang adalah faktor Pengawasan (X5), dengan thitung = 5.295 > dari ttabel = 2.042, Pemeliharaan (X6) dengan thitung = 2.328> dari ttabel = 2.042, Perencanaan (X7) dengan thitung = 3.418> dari ttabel = 2.042.
mơ quan hệ với người yêu cũ. Menurut Panitia Istilah Padagogik 1953 dalam Saleh, 2018, hlm. 85 Intelegensi adalah daya menyesuaikan diri terhadap keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya. Dengan kata lain, intelegensi merupakan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru atau berbeda-beda menggunakan kemampuan berpikir yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuannya. Arti intelegensi berdasarkan Panitia Intelegensi ini diangkat berdasarkan pada pendapat Stren yang menitikberatkan masalah intelegensi pada soal adjustment atau penyesuaian diri terhadap masalah yang dihadapinya. Artinya intelegensi merupakan kecerdasan seseorang untuk menghadapi suatu persoalan secara efektif dan efisien. Selanjutnya apa itu Intelegensi menurut Warsah & Daheri 2021, hlm. 93 adalah kesanggupan jiwa untuk menyesuaikan diri pada situasi yang baru dengan cara berpikir menurut tujuannya, karena pendapat Stren mengenai intelegensi merupakan salah satu pengertian yang paling banyak disetujui dan digunakan oleh para ahli dan dapat dikatakan menghasilkan generalisasi kesanggupan untuk menyesuaikan dan kesanggupan untuk berpikir. Namun demikian, ahli lain yakni Freeman dalam Saleh, 2018, hlm. 86 menganggap bahwa intelegensi adalah kapasitas kemampuan seseorang yang terdiri atas capacity to integrate experience atau kapasitas untuk menyatukan pengalaman; capacity to learn atau kapasitas untuk belajar; capacity to perform tasks regarded by psychologist as intellectual atau kapasitas untuk melakukan tugas menurut psikolog; dan capacity to carry on abstract thinking atau kapasitas untuk melakukan pemikiran abstrak teoretis. Mendefinisikan Intelegensi Sementara itu, menurut Morgan 1984 dalam Saleh, 2018, hlm. 86 terdapat dua pendekatan pokok untuk mendefinisikan intelegensi, yakni Pendekatan yang melihat faktor-faktor yang membentuk intelegensi. Misalnya, bagaimana menurut Spearman intelegensi itu mengandung dua macam faktor, yaitu a general ability atau kemampuan umum Faktor G, dan 2 special ability atau Faktor S yang merupakan kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh semua orang. Pendekatan yang melihat sifat proses intelektual itu satu definisi yang intelegensi dari pendekatan ini adalah definisi intelegensi yang di angkat dari teori proses informasi yang menyatakan bahwa intelegensi akan di ukur dari fungsi-fungsi seperti proses sensoris, koding, ingatan dan kemampuan mental yang lain termasuk belajar dan menimbulkan kembali remembering. Sebagai referensi tambahan, berikut adalah berbagai pengertian intelegensi lainnya menurut para ahli. William Stern mengungkapkan bahwa inteligensi adalah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan situasi-situasi baru. Menurut Hees, intelegensi adalah sesederhana adalah sifat kecerdasan jiwa. Sementara itu, menurut Terman, inteligensi adalah kesanggupan untuk belajar secara abstrak. Binet mengatakan bahwa inteligensi meliputi pengertian penemuan sesuatu yang baru, ketetapan hati dan pengertian diri sendiri. Staedworth berpendapat inteligensi terdiri atas tiga aspek, yaitu yaitu pengenalan sesuatu yang penting, penyusunan diri dengan situasi baru dan ingatan. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif Warsah & Daheri, 2021, hlm. 93. Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apa itu intelegensi adalah kapasitas kemampuan individu untuk menyesuaikan diri terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya untuk kemudian diselesaikan oleh alat berpikir dan tindakan secara terarah berdasarkan persoalan yang dihadapi secara efektif dan efisien. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi Menurut Warsah & Daheri 2021, hlm. 97-98 faktor-faktro yang mempengaruhi intelegensi adalah pembawaan, kematangan, pembentukan, minat dan pembawaan khas, dan kebebasan yang akan dijelaskan sebagai berikut. Pembawaan Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu persoalan. Pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita, orang tua itu ada yang pintar dan ada yang bodoh. Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada. Kematangan Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ fisik atau psikis dapat dikatakan telah matang, jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Anak-anak tak dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih terlampau sukar baginya. Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk melakukan mengenai soal itu. Kematangan hubungan erat dengan umur. Pembentukan Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang memengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan sengaja seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah dan pembentukan tidak sengaja pengaruh alam sekitar. Minat dan Pembawaan Khas Minat mengarahkan perbuatan pada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan motif-motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar manipulate and exploring motives dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama-kelamaan timbullah minat terhadap sesuatu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Kebebasan Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode. Metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan-kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan inteligensi. Ada yang berpendapat bahwa gangguan pikiran mewakili ekspresi paling umum dapat menyebabkan tumpang tindih antara gejala/ gangguan internalisasi dan eksternalisasi gangguan pikiran, dan tekanan mental non-spesifik. Unsur Intelegensi Hampir semua pakar berpendapat bahwa intelegensi merupakan gabungan dari beberapa sifat kemampuan. Berikut dikemukakan beberapa pendapat ahli mengenai intelegensi dan unsur-unsur atau yang ada di dalamnya yang terkadang disebut sebagai jenis-jenis intelegensi juga. Two-Factors Menurut Spearman intelegensi terdiri dari dua kemampuan, yaitu kemampuan intelektual umum U, yakni kemampuan mental untuk memecahkan masalah yang umum yang dihadapi dalam kehidupan seperti mengingat, menganalisa, mengambil kesimpulan, mengidekan, melihat perbedaan dan permasalahan, berfikir kritis, menciptakan hal-hal baru dan sebagainya.; dan kemampuan intelektual khusus K, merupakan kemampuan untuk menyelesaikan bidang khusus seperti bidang seni, olahraga, bahasa dan sebagainya. Faktor Primer Intelegensi Menurut Thurstone dalam Saleh, 2018, hlm. 88 intelegensi terdiri atas 7 faktor primer yang di antaranya adalah sebagai berikut. spatial relation S, yaitu kemampuan untuk melihat atau mempersepsi gambar dengan dua atau tiga dimensi, menyangkut jarak spatial. perceptual seed P, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan kecepatan dan ketepatan dalam memberikan judging mengenai persamaan dan perbedaan atau dalam respons terhadap apa yang dilihatnya secara detail. verbal comprehension V, yaitu kemampuan yang menyangkut pemahaman kosa kata vocabulary, analogi secara verbal, dan sejenisnya. word fluency W, yaitu kemampuan yang menyangkut dengan kecepatan yang berkaitan dengan kata-kata, dengan anagram, dan sebagainya. number facility N, yakni kemampuan yang berkaitan dengan kecepatan dan ketepatan dalam berhitung komputasi. associative memory M, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan ingatan khususnya yang berpasangan. induction I, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk memperoleh prinsip atau hukum. Teori-Teori Intelegensi Telah diungkapkan sebelumnya bahwa banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai intelegensi ini. Beberapa teori intelegensi dalam buku “Pengantar Psikologi” yang ditulis oleh Warsah & Daheri 2021, hlm. 96-97 adalah sebagai berikut. Teori Uni-Factors Pada tahun 1911, Welhelm Stern memperkenalkan suatu teori tentang intelegensi yang disebut “uni-faktor”. Teori ini dikenal pula sebagai teori kapasitas umum. Menurut teori ini intelegensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara kerja intelegensi juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau memecahkan sesuatu masalah adalah bersifat umum pula. Kapasitas umum itu timbul akibat pertumbuhan psikologis ataupun akibat belajar. Kapsitas umum General Capacity yang ditimbulkan itu lazim dikemukakan dengan kode “G”. Teori Two-Factors Teori Spearman itu dikenal dengan sebutan “Two kinds of factors theory”. Spearman mengembangkan teori intelegensi berdasarkan suatu faktor mental umum yang diberi kode “G” serta faktor-faktor spesifik yang diberi tanda “S” menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi permasalahan. Teori Multi-Factor Teori intelegensi multi faktor dikembangkan oleh Thorndike. Teori ini tidak berhubungan dengan konsep general ability atau faktor “G”. Menurut teori ini, intelegensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu. Teori Primari-Mental-Ability Thurstone telah berusaha menjelaskan tentang organisasi intelegensi yang abstrak. Ia dengan menggunakan tes-tes mental serta teknik-teknik statistik khusus membagi intelegensi menjadi beberapa kemampuan primer, yakni sebagai berikut. Kemampuan numeral/ matematis Kemampuan verbal, atau bahasa Kemampuan abstraksi berupa visualisasi atau berpikir Kemampuan untuk menghubungkan kata-kata Kemampuan membuat keputusan, baik induktif maupun deduktif Teori Sampling Untuk menyelesaikan tentang inteligensi, Thomson pada tahun 1916 mengajukan sebuah teori yang disebut teori sampling. Teori ini kemudian disempurnakan lagi dari berbagai kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman itu terkuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak semuanya. Masing-masing bidang hanya dikuasai sebagian-sebagian saja. Ini mencerminkan kemampuan mental manusia. Intelegensi berupa berbagai kemampuan yang over lapping. Intelegensi beroperasi dengan terbatas pada setiap sampel dari berbagai kemampuan atau pengalaman dunia nyata. Referensi Saleh, 2018. Pengantar psikologi. Makassar Penerbit Aksara Timur. Warsah, I., Daheri, M. 2021. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta Tunas Gemilang Press.
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Intelektual atau sering banyak digunakan dengan kecerdasan, merupakan suatu karunia yang dimiliki individu untuk mengembangkan dan mempertahankan hidupnya. Ketika baru lahir seorang anak sudah mempunyai kecerdasan, hanya saja sangat bergantung pada orang lain untuk memenuhi perkembangan hidupnya. Dalam perkembangannya anak makin meningkatkan berbagai kemampuan untuk mengurangi ketergantungan dirinya pada orang lain dan berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan dengan istilah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia merupakan proses psikologis yang didalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun dan mengunakan pengetahuan serta kegiatan mental seperti berfikir, menimbang, mengamati, mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan memecahkan persoalan yang berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan. Menurut Chaplin 1981 5, intelektual adalah proses kognitif, proses berfikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai, dan kemampuan mempertimbangkan dan juga merupakan kemampuan mental atau intelegensi. Kecerdasan Intelektual individu berkembang sejalan dengan interaksi antara aspek perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan yang lainnya dan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya begitu juga dengan alamnya. Oleh karena itu, individu mempunyai kemampuan untuk belajar dan meningkatkan potensi kecerdasan dasar yang dimiliki. Rumusan Masalah Bagaimana definisi intelektual menurut para ahli? Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual? Apa tahap-tahap perkembangan intelektual? Apa saja tingkatan perkembangan intelektual? Bagaimana karakteristik perkembangan intelektual? Tujuan Masalah Untuk mengetahui definisi intelektual menurut para ahli. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual. Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan intelektual. Untuk mengetahui tingkatan perkembangan intelektual dalam berbagai variasi. Untuk mengetahui karakteristik perkembangan intelektual. BAB II PEMBAHASAN PENGERTIAN PERKEMBANGAN INTELEKTUAL MENURUT PARA AHLI Beberapa definisi intelektual menurut para ahli, diantaranya Menurut Cattel dalam Clark, 1983, intelektual adalah kombinasi sifat-sifat manusia yang terlihat dalam kemampuan memahami hubungan yang lebih kompleks, semua proses berpikir abstrak, menyesuaikan diri dalam pemecahan masalah dan kemampuan memperoleh kemampuan baru. Menurut William Sterm dalam Sunarto, 1994, intelektual merupakan kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan-kebutuhan baru dengan menggunakan alat berfikir sesuai dengan tujuannya. Intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul Gunarsa, 1991 6. David Wechsler dalam Saifuddin Azwar, 1996, intelektual sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan secara efektif. Menurut kamus “Webster New World Dictionary of The American Languange”, intelektual adalah kecakapan untuk berpikir , mengamati atau mengerti serta kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya. . Menurut Alfred Binet dalam Sobani Irfan, 1986, intelektual adalah suatu kapasitas yang antara lain mencakup kemampuan Ø Menalar dan menilai. Ø Menyeluruh. Ø Mencipta dan merumuskan arah berpikir spesifik. Ø Menyesuaikan pikiran pada pencapaian hasil akhir. Ø Memiliki kemampuan mengkritik diri sendiri. Dari berbagai definisi di atas dapat di simpulkan bahwa, intelektual adalah kemampuan untuk memperoleh berbagai informasi, berpikir abstrak, menalar, serta bertindak secara efisien dan efektif. Selain itu, intelektual merupakan kemampuan yang dibawa individu sejak lahir, intelektual tersebut akan berkembang bila lingkungan memungkinkan dan kesempatan tersedia sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INTELEKTUAL Menurut Andi Mappiare 1982 80, hal- hal yang mempengaruhi perkembangan intelektual antara lain Bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak seseorang sehingga ia mampu berpikir reflektif. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir proporsional. Adanya kebebasan berpikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan, dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar. Menurut Ngalim Purwanto 1984 55, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual yaitu sebagai berikut Faktor Pembawaan Genetik Pembawaan ditentukan oleh sifat dan ciri yang dibawa sejak lahir. Banyak teori dan hasil penelitian menyatakan bahwa kapasitas intelegensi dipengaruhi oleh gen orang tua. Namun, yang cenderung mempengaruhi tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan anak tergantung faktor gen mana ayah atau ibu yang dominan mempengaruhinya. Teori konvergensi mengemukakan bahwa anak yang lahir telah mempunyai potensi bawaan, tetapi potensi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik tanpa mendapat pendidikan dan latihan atau sentuhan dari lingkungan. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak. Faktor Lingkungan Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam mempengaruhi perkembangan intelektual, yaitu keluarga dan sekolah. a. Keluarga Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi untuk berpikir. Cara-cara yang digunakan adalah memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. b. Sekolah Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan berpikir anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak di tangannya. Beberapa cara diantaranya adalah sebagai berikut 1Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik. Dengan hubungan yang akrab tersebut, secara psikologis peserta didik akan merasa aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat dikonsultasikan dengan guru mereka. 2Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang- orang yang ahli dan pengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Membawa para peserta didik ke objek-objek tertentu, seperti objek budaya dan ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan intelektual peserta didik. 3 Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berpikir peserta didik. Sebab jika peserta didik terganggu secara fisik, perkembangan intelektualnya juga akan terganggu. 4 Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya. 3. Faktor Gizi Kuat atau lemahnya fungsi intelektual juga ditentukan oleh gizi yang memberikan energi atau tenaga bagi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kebutuhan akan makanan bernilai gizi tinggi gizi berimbang terutama yang besar pengaruhnya pada perkembangan intelegensi ialah pada fase prenatal anak dalam kandungan hingga usia balita. Faktor Pembentukan Pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelektual. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah dan pembentukan tidak sengaja pengaruh alam sekitar. Pendidikan dan latihan yang bersifat kognitif dapat memberikan sumbangan terhadap fungsi intelektual seseorang. Misalnya, orang tua yang menyediakan fasilitas sarana seperti bahan bacaan majalah anak-anak dan sarana bermain yang memadai, semua ini dapat membentuk anak menjadi meningkatkan fungsi dan kualitas pikirannya, pada gilirannya situasi ini akan meningkatkan perkembangan intelegensi anak dibanding anak seusianya. Kebebasan Psikologis Kebebasan psikologis perlu dikembangkan pada anak agar intelektualnya berkembang dengan baik. Anak yang memiliki kebebasan untuk berpendapat, tanpa disertai perasaan takut atau cemas dapat merangsang berkembangnya kreativitas dan pola pikir. Mereka bebas memilih cara metode tertentu dalam memecahkan persoalan. Hal ini mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan intelektual. Minat dan Pembawaan yang Khas Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan motif-motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar manipulate and exploring motives. Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Menurut Hamalik 2001 89, faktor-faktor yang mempengaruhi intelektual yaitu Usia Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya bertambah, sambil ia berkembang menjadi lebih tua. Artinya, bertambah tua usia seseorang, bertambahlah kemampuannya untuk melakukan penyesuaian dirinya dengan lingkungannya. Secara teoretis pertumbuhan intelektual berhenti pada usia 20 atau 25 tahun. Bagi orang yang lebih inteligen pertumbuhan berlangsung lebih cepat dan terus berlangsung dalam waktu yang lebih lama. Sebaliknya, orang yang kurang inteligen berkembang lebih lambat dan pertumbuhan ini berhenti pada usia yang lebih awal. Hereditas Potensi untuk perkembangan inteligensi diwariskan melalui orang tua. Prinsip ini diterima, baik untuk pihak yang menekankan pentingnya lingkungan maupun oleh pihak yang memperingatkan tentang berapa banyaknya IQ dapat ditingkatkan dengan lingkungan yang baik. Pertimbangan lain mengemukakan bahwa anak-anak dari orang tua yang inteligen tidak akan sama inteligennya, dan juga anak-anak dari orang tua yang bodoh tidak akan sama bodohnya. Lingkungan Penelitian terhadap anak-anak yang dipelihara dibesarkan dalam lingkungan kumuh di kota besar rata-rata IQ nya lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak seusia mereka dari masyarakat golongan menengah. Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa faktor-faktor yang menunjang perkembangan intelektual yang optimal adalah sebagai berikut Orang tua yang menaruh minat terhadap anak-anak, menyediakan waktu untuk bercengkerama dengan mereka, menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, memiliki anak-anak yang mendapat skor tinggi dalam tes dan berprestasi baik di sekolah. Faktor-faktor seperti cinta dan kasih sayang, penerimaan terhadap anak, perlakuan yang konsisten yang menunjang kesehatan mental menpunyai pengaruh baik terhadap perkembangan intelektual. Peninjauan ke tempat-tempat seperti museum, kebun binatang, perpustakaan, teater, dan taman adalah hal yang merangsang perkembangan intelektual. Kelamin Anak laki-laki sebagai suatu kelompok memperlihatkan variabilitas yang lebih besar dari pada anak perempuan dalam inteligensi. Rata-rata anak laki-laki melebihi perempuan dalam hal berfikir umum, berfikir aritmatik, kemampun dalam meneliti kesamaan-kesamaan, dan aspek tertentu tentang informasi umum. Laki-laki cenderung melebihi perempuan dalam kecepatan dan koordinasi gerakan-gerakan badan yang besar, pengamatan ruang, dan bakat mekanis. Adapun anak-anak perempuan cenderung lebih unggul dalam ingatan, penguasaan bahasa, perhitungan angka, dan kecepatan perseptual. Jadi, dari pernyataan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelektual yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam seperti gen, gizi, kematangan, pembentukan, kebebasan psikologi, minat dan pembawaan yang khas, serta usia. Sedangkan, faktor dari luar yaitu lingkungan. Jadi, tidak hanya faktor gen pembawaan, tetapi juga faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi tingkat intelektual seseorang. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN INTELEKTUAL Para ahli psikologi pendidikan banyak yang telah melakukan penelitian tentang perkembangan intelektual atau perkembangan kognitif atau perkembangan mental anak. Salah satu hasil penelitian yang terkenal adalah hasil penelitian Jean Piaget. Piaget adalah ahli ilmu jiwa anak dari Swiss. Tahap perkembangan intelektual anak oleh Piaget dibedakan atas 4 periode, yaitu Tahap Sensoris-Motoris Tahap ini dialami anak pada usia 0-2 tahun. Pada anak berada dalam suatu masa pertumbuhan, yang ditandai oleh kecenderungan-kecenderungan sensoris-motoris yang sangat jelas. Pada tahap ini, sifat-sifat yang tampak pada anak adalah stimulus sound, anak berinteraksi dengan stimulus dari luar yaitu interaksi anak dengan lingkungannya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, temasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mengembangkan tingkah laku baru, kemampuan untuk meniru, kemampuan untuk berpikir, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakan-tindakannya. Perubahan yang terlihat antara lain, gerakan tubuhnya merupakan aksi refleks, yaitu eksperimen dengan lingkungannya. Tahap Praoperasional Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi, sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Pada tahap ini anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan orang tuanya. Dalam berinteraksi dengan orang lain, anak cenderung sulit untuk dapat memahami pandangan orang lain dan lebih banyak mengutamakan pandangannya sendiri. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, ia masih sulit untuk membaca kesempatan atau kemungkinan karena masih punya anggapan bahwa hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap situasi. Selain itu, pada tahap ini anak tidak selalu ditentukan oleh pengamatan indrawi saja, tetapi juga pada intuisi. Anak mampu menyimpan kata-kata serta menggunakannya, terutama yang berhubungan erat dengan kebutuhan mereka. Pada masa ini anak siap untuk belajar bahasa, membaca dan menyanyi. Ketika kita menggunakan bahasa yang benar untuk berbicara kepada anak, akan mempunyai akibat sangat baik pada perkembangan bahasa mereka. Cara belajar yang memegang peran pada tahap ini adalah intuisi. Intuisi membebaskan mereka dari berbicara semaunya tanpa menghiraukan pengalaman konkret dan paksaan dari luar. Sering kali kita lihat anak berbicara sendiri pada benda-benda yang ada di sekitarnya, misalnya pohon, anjing, kucing dan sebagainya. Peristiwa semacam ini baik untuk melatih diri anak menggunakan kekayaan bahasanya. Tahap Operasional Kongkret Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tuanya, sudah makin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang. Anak sudah dapat mengamati, menimbang, mengevaluasi dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif. Pada tahap ini, anak juga memiliki hubungan fungsional karena mereka sudah menguji coba suatu permasalahan. Cara berfikir anak yang masih bersifat konkret menyebabkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi tentang sesuatu yang konkret. Di sini sering terjadi kesulitan antara orang tua dan guru. Misalnya, orang tua ingin menolong anak mengerjakan pekerjaan rumah, tetapi cara yang berbeda dengan cara yang dipakai oleh guru sehingga anak tidak setuju. Sementara sering sekali anak lebih percaya terhadap apa yang dikatakan oleh gurunya ketimbang orang tuanya. Akibatnya, kedua cara tersebut baik yang diberikan oleh guru maupun orang tuanya sama-sama tidak dimengerti oleh anak. Tahap Operasional Formal Tahap ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini, anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan pada pekerjaannya yang merupakan hasil dari berfikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya. Pada tahap ini, interaksi dengan lingkungan sudah amat luas, menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Kondisi seperti ini tidak jarang menimbulkan masalah dalam interaksinya dengan orang tua. Namun, sebenarnya secara diam-diam mereka juga masih mengarapkan perlindungan dari orang tua karena belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Jadi, pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengembangkan pikiran formalnya, mereka juga mulai mampu mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka dalam suatu kegiatan akan lebih memberi akibat yang positif bagi perkembangan kognitifnya. Misalnya, menulis puisi, lomba karya ilmiah, lomba menulis cerpen dan sejenisnya. TINGKATAN INTELEKTUAL DALAM BERBAGAI VARIASI Jenius Suatu kemampuan yang sangat luar biasa, dalam ukuran atau tingkatan di atas 140. Kemampuan ini bisa dimiliki oleh siapa saja yang mau berusaha untuk meningkatkan kecerdasan dan memanfaatkan potensi dasarnya dengan baik. Normal Merupakan suatu kemampuan yang biasa saja, tetapi kecerdasan ini mampu untuk melakukan semua aktivitas yang dibutuhkan dan diinginkan dirinya. Mempunyai tingkat ukuran yang rata-rata 100 sampai dengan 110. Kecerdasan ini bisa pada anak yang cerdas atau disebut kecerdasan yang rata-rata. Rendah Kemampuan ini dibawah rata-rata, bukan berarti kemampuan ini tidak dapat menyelesaikan kebutuhan dan keinginan atas dirinya, hanya saja mengalami keterhambatan dalam melaksanakan tugas-tugas untuk dirinya maupun orang lain, tingkat ukuran diantara 70 sampai 90. Pada umumnya ia mampu melaksanakan berbagai tugas hanya lambat dan cepat lelah serta jenuh. Keterbelakangan Anak yang mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk melakukan tugas atas dirinya, setiap tugas memerlukan bantuan orang lain, dengan bantuan akan memberikan kemampuan meningkat. Di antara keterbelakangan ada yang disebut dengan Idiot IQ 0-29 yaitu keterbelakangan yang sangat rendah sekali. Tidak dapat berbicara hanya dapat mengucapkan beberapa kata saja, tidak dapat mengurus dirinya seperti mandi, makan dan rata-rata kemampuan ini berada di tempat tidur, kemampuannya seperti anak bayi. Kemampuan ini tidak tahan terhadap penyakit. Imbecile IQ 30-40 yaitu lebih meningkat dari idiot, jika dilatih dalam berbahasa ia mampu, tetapi sangat sukar sekali, dalam berbahasa kadang dapat dimengerti dan kadang tidak dapat. Dapat mengurus dirinya dengan latihan dan pengawasan yang benar. Biasanya anak yang umur 7 tahun kemampuan kecerdasannya sama dengan anak yang berumur 3 tahun. Kemampuan seseorang anak akan terlihat saat anak melakukan aktivitas. Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan akan menunjukkan bahwa anak memang mampu dalam bidang tertentu dan tidak mampu pada bidang yang lain, sehingga anak dalam perkembangan intelektualnya disesuaikan dengan kemampuan dasar yang dimiliki anak dan bagaimana lingkungan yang mempengaruhi intelektualnya. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN INTELEKTUAL Sebagaimana telah didiskusikan di atas, Piaget membagi empat tahapan perkembangan intelektual yaitu tahap sensori motoris, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. Setiap tahapan memiliki karakteristik tersendiri sebagai perwujudan kemampuan intelektual individu sesuai dengan tahap perkembangannya. Adapun karakteristik setiap tahapan perkembangan intelektual tersebut adalah sebagai berikut Karakteristik Tahap Sensoris-Motoris Tahap sensori-motoris ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai berikut Segala tindakannya masih bersifat naluriah. b. Aktivitas pengalaman didasarkan terutama pada pengalaman indra c. Individu baru mampu melihat dan meresapi pengalaman, tetapi belum mampu untuk mengkategorikan pengalaman. Karakteristik Tahap Praoperasional Tahap praoperasional ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai berikut a Individu telah mengkombinasikan dan mentrasformasikan berbagai informasi. b Individu telah mampu mengemukakan alasan-alasan dalam menyatakan ide-ide. c Individu telah mengerti adanya hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa konkret, meskipun logika hubungan sebab akibat belum tepat. d Cara berpikir individu bersifat egosentris ditandai oleh tingkah laku 1 berpikir imajinatif. 2 berbahasa egosentris. 3 memiliki aku yang tinggi. 4 menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi. 5 perkembangan bahasa mulai pesat. Karakteristik Tahap Operasional Konkret Tahap operasional konkret ditandai dengan karakteristik menonjol bahwa segala sesuatu dipahami sebagaimana yang tampak saja atau sebagaimana kenyataan yang mereka alami. Jadi, cara berpikir individu belum menangkap yang abstrak meskipun cara berpikirnya sudah tampak sistematis dan logis. Dalam memahami konsep, individu sangat terikat kepada proses mengalami sendiri. Artinya, mudah memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat diamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan konsep tersebut. Karakteristik Tahap Operasional Formal Tahap operasional formal ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai berikut a Individu dapat mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi. b Individu mulai mampu berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak. c Individu mulai mampu memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis. d Individu bahkan mulai mampu membuat perkiraan forecasting di masa depan. e Individu mulai mampu untuk mengintrospeksi diri sendiri sehingga kesadaran diri sendiri tercapai. f Individu mulai mampu membayangkan peranan-peranan yang akan diperankan sebagai orang dewasa. g Individu mulai mampu untuk menyadari diri mempertahankan kepentingan masyarakat di lingkungannya dan seseorang dalam masyarakat tersebut. BAB III KESIMPULAN KESIMPULAN Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Dari berbagai definisi para ahli bahwa intelektual adalah kemampuan untuk memperoleh berbagai informasi, berpikir abstrak, menalar, serta bertindak secara efisien dan efektif. Selain itu, intelektual merupakan kemampuan yang dibawa individu sejak lahir, intelektual tersebut akan berkembang bila lingkungan memungkinkan dan kesempatan tersedia sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan intelektual ada 2 yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam seperti gen, gizi, kematangan, pembentukan, kebebasan psikologi, minat dan pembawaan yang khas, serta usia. Sedangkan, faktor dari luar yaitu lingkungan. Tahap perkembangan intelektual anak menurut hasil penelitian “Jean Piaget”, dibedakan atas 4 periode yaitu tahap sensoris-motoris, tahap praoperasional, tahap operasional kongkret, dan tahap operasional formal. Tingkatan intelektual dalam berbagai variasi ada 4 yaitu jenius kemampuan yang sangat luar biasa, normal kemampuan yang biasa saja, rendah kemampuan dibawah rata-rata, dan keterbelakangan kemampuan yang sangat rendah. Tahapan perkembangan intelektual memiliki karakteristik tersendiri. Adapaun karakteristik tahapan perkembangan intelektual terbagi menjadi 4 yaitu Karakteristik tahap sensoris-motoris ditandai dengan segala tindakannya masih bersifat naluriah, aktivitas pengalaman didasarkan terutama pada pengalaman indra, individu baru mampu melihat dan meresapi pengalaman, tetapi belum mampu untuk mengkategorikan pengalaman. Karakteristik tahap praoperasional ditandai dengan Individu telah mengkombinasikan dan mentrasformasikan berbagai informasi, mampu mengemukakan alasan-alasan dalam menyatakan ide-ide, telah mengerti adanya hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa konkret meskipun logika hubungan sebab akibat belum tepat, dan cara berpikir individu bersifat egosentris. Karakteristik tahap operasional kongkret ditandai dengan segala sesuatu dipahami sebagaimana yang tampak saja atau sebagaimana kenyataan yang mereka alami. Karakteristik tahap operasional formal yang ditandai dengan individu dapat mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi, mampu berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak, mampu memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis, mampu membuat perkiraan forecasting di masa depan, mampu untuk mengintrospeksi diri sendiri sehingga kesadaran diri sendiri tercapai, mampu membayangkan peranan-peranan yang akan diperankan sebagai orang dewasa, dan mampu untuk menyadari diri mempertahankan kepentingan masyarakat di lingkungannya dan seseorang dalam masyarakat tersebut. DAFTAR PUSTAKA Azwar, Saifuddin. 1996. Perkembangan Intelektuan dan Emosional Anak. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. Chaplin, R. 1981. Perkembangan Intelektual Anak. Jakarta Erlangga. Clark, M. 1983. Psikologi Anak. Bandung Bumi Aksara. Gunarsa. 1991. Faktor Intelektual Anak. Jakarta Rineka Cipta. Hamalik, Mahmud. 2001. Perkembangan Peserta Didik. Makassar FIP UNM. Irfan, Sobani. 1986. Psikologi Remaja. Bandung Bumi Aksara. Mappiare, Andi. 1982. Perkembangan Peserta Didik. Padang UNP Press. Piaget, Jean. 1947. La Psychologie de Intelligene. Paris Librairie Armand Colin. Purwanto, Ngalim. 1984. Psikologi Pendidikan. Bandung Bumi Aksara. Sunarto. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta Rineka Cipta. Husain, Ahmad. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Diunduh dari pada tanggal 26 maret 2015 pukul WIB. Novita, Yulia. 2012. Faktor-faktor Intelektual. Diunduh dari pada tanggal 28 maret 2015 pukul WIB. hallo guys i am jihan rifka nabilla, you can call me jihan, jeje, jian whatever you want. i live in bandarlampung, i was born on 12 september 1996, now i am a student in lampung university as a future teacher, nice to meet you guys! hope you can visit my blog, happy watching ! Lihat semua pos milik jihannabillanet
Buku “Perkembangan Individu” ini sebagai salah satu bahan perkuliahan mahasiswa di Jurusan Bimbingan dan Konseling untuk mata kuliah Perkembangan Individu. Buku ajar ini menjelaskan tentang konsep-konsep pertumbuhan dan perkembangan, prinsip-prinsip perkembangan berserta aspek-aspek didalamnya, karakteristik dan tugas-tugas pada setiap fase perkembangan yang ada serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan Figures - uploaded by Muslikah MuslikahAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Muslikah MuslikahContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free KATA PENGANTAR Dalam memenuhi kebutuhan akan buku ajar pada umumnya dan akan buku ajar pada khusunya mengenai pokok bahasan perkembangan individu pada mahasiswa, khusunya Jurusan Bimbingan dan Konseling S1 Unnes. Penulis mencoba memberanikan diri untuk menulis buku ajar yan berjudul “Perkembangan Individu” ini sebagai salah satu bahan perkuliahan mahasiswa di Jurusan Bimbingan dan Konseling untuk mata kuliah Perkembangan Individu. Buku ajar ini menjelaskan tentang konsep-konsep pertumbuhan dan perkembangan, prinsip-prinsip perkembangan berserta aspek-aspek didalamnya, karakteristik dan tugas-tugas pada setiap fase perkembangan yang ada serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan. Harapan penulis, buku ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan dalam menelaah berbagai topik yang dibahas dalam perkuliahan. Namun demikian, karena beberapa keterbatasan pembahasan maka mahasiswa diharapkan memperkaya dengan bacaan yang sebagian telah dirujuk pada setiap akhir bab dalam buku ini. Buku ini tidak mungkin terselesaikan apabila tidak ada dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, rasa terima kasih penulis sampaikan dengan setulus-tulusnya kepada pihak-pihak yang telah memotivasi dan memfasilitasi penyusunan buku ajar ini. Seiring dengan harapan agar buku ini menjadi lebih baik dan sempurna, penulis memohon dengan segenap kerendahan hati untuk memberikan kritik dan saran sehingga dari waktu ke waktu akan terjadi perbaikan yang mengarah kepada kesempurnaan buku ini. Semoga buku ajar ini tidak saja bermanfaat bagi khususnya civitas akademika Universitas Negeri Semarang khususnya Jurusan Bimbingan dan Konseling, tetapi kepada para pembaca secara umum. Semarang, November 2012 Penyusun, iii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iii BAB I HAKIKAT PERKEMBANGAN A Konsep Psikologi Perkembangan ............................................. 1 B Hakikat Perkembangan ............................................................ 3 C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan ................... 8 D Prinsip Perkembangan ............................................................. 9 BAB II KONTRIBUSI AHLI TEORI PERKEMBANGAN A Kontribusi Pandangan Psikodinamik Freud ............................. 18 B Kontribusi Pandangan Psikososial Erikson .............................. 22 C Kontribusi Pandangan Teori Perkembangan Kognitif Piaget ....................................................................................... 28 D Kontribusi Pandangan Humanis ............................................... 31 E Kontribusi Pandangan Havighurst ........................................... 32 BAB III ASPEK PERKEMBANGAN A Aspek Perkembangan Fisik ...................................................... 37 B Aspek Perkembangan Kognitif ................................................ 39 C Aspek Perkembangan Emosi ................................................... 44 D Aspek Perkembangan Sosial .................................................... 50 E Aspek Perkembangan Moral .................................................... 59 F Aspek Perkembangan Bahasa .................................................. 63 BAB IV TAHAP PERKEMBANGAN A Periode Pranatal dan Kelahiran ................................................ 67 B Masa Bayi ............................................................................... 69 C Masa Anak-anak Awal ............................................................ 71 D Masa Anak-anak Akhir ............................................................ 73 E Masa Remaja ........................................................................... 75 F Masa Dewasa Awal ................................................................. 77 G Masa Dewasa Akhir ................................................................ 79 H Masa Usia Lanjut .................................................................... 80 BAB I HAKIKAT PERKEMBANGAN Dalam setiap individu yang dilahirkan memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Memahami konsep dasar dalam perkembangan merupakan langkah awal dalam mempelajari dan memahami karakteristik tersebut. Pada bab ini akan diuraikan secara singkat makna dari ilmu psikologi perkembangan dan perkembangan itu sendiri berserta faktor yang terkait. A. Konsep Psikologi Perkembangan Psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi. Secara etimologi, psikologi berasal dari kata psyche dan logos bahasa Yunani. Psyche berarti jiwa atau ruh sedangkan logos berarti ilmu. Jadi secara etimologis psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa atau ruh. Seiring dengan berkembanganya ilmu ilmiah, definisi psikologi mulai dipertanyakan sebagai sebuah ilmu jiwa. Hal ini karena jiwa “soul” memiliki konsep yang terlalu abstrak, sedangkan ilmu pengetahuan menghendaki objeknya dapat diamati, dicatat dan diukur observable. Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah “apakah jiwa atau ruh dapat diamati? Dimana letaknya jiwa atau ruh?” kedua pertanyaan ini sangat sulit dijawab secara ilmiah. Lalu bagaimana membuktikan adanya jiwa atau ruh?. Salah satu jawaban atas pertanyaan ini adalah bahwa bukti dari adanya jiwa atau ruh adalah organisme berperilaku. Perilaku merupakan manifestasi dari adanya jiwa atau ruh pada organisme. Sebagai manifestasi dari adanya jiwa atau ruh, perilaku dapat diamati dan dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan 1. Mahasiswa mampu memahami konsep psikologi perkembangan 2. Mahasiswa dapat membedakan antara perkembangan dan pertumbuhan 3. Mahasiswa mampu menyebutkan faktor-faktor dalam perkembangan 4. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip-prinsip Para ilmuan di bidang ini mencoba mengkaitkan jiwa atau ruh disini dengan proses sensorikmotorik, yaitu pemrosesan ransangan-ransangan yang diterima oleh saraf-saraf indera sensoris di otak sampai terjadinya reaksi berupa gerakan otot motoris maupun sekresi kelenjar-kelenjar. Aktifitas sensorik dan motorik dapat dicontohkan sebagai aktifitas yang paling banyak dilakukan dan terstimulasi ketika anak bermain. Permainan yang aktif akan melibatkan semua panca indera sebagai organ sensorik, dan melibatkan sebagian besar otot muskulus sebagai organ motorik. Sejak itulah muncul berbagai definisi aru tentang psikologi dari para ahli seperti halnya Watson 1878-1985, Wundt 1897, Kohnstamm & Palland 1984, Myers 1996, Feldman 1996 dan tokoh-tokoh yang lain bahwa dapat dijelaskan psikologi merupakan sebuah cabang “ilmu yang mempelajari perilaku” karena perilaku dianggap lebih mudah diamati, dicatat dan diukur. Sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang otonom psikologi kemudian memeliki beberapa cabang ilmu atau aliran, hal ini dikarenakan adanya perbedaan-perbedaan lanpangan yang dipelajari. Dari beberapa cabang atau aliran ilmu psikologi yang ada tersebut, salah satunya yang akan dibahas dalam hal ini adalah terkait dengan psikologi perkembangan. Dalam ruang lingkup psikologi, ilmu ini termasuk psikologi khusus, karena psikologi perkembangan mempelajari kekhususan dari pada tingkah laku individu. Secara singkat dapat dijelasakan bahwa psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari sceara sistematis perkembangan perilaku manusia secara ontogenetik, yaitu mempelajari proses-proses yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri, baik perubahan dalam struktur jasmani, perilaku, maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang hidupnya life-span Desmita,2009. Dari sani dapat dikatakan bahwa psikologi perkembangan merupakan suatu cabang ilmu psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam perkembangannya berserta latar belakang yang mempengaruhinya Berdasarkan pemahaman diatas maka dapat kita tarik secara singkat bahwa dengan mempelajari psikologi perkembangan dapat kita ambil beberapa manfaat didalamnya, diantaranya yaitu 1 Untuk mengetahui tingkah laku individu itu sesuai atau tidak dengan tingkat usia/ perkembangannya. 2 Untuk mengetahui tingkat pemampuan individu pada setiap fase perkembangannya 3 Untuk mengetahui kapan individu bisa diberi stimulus pada tingkat perkembangan tertentu. 4 Agar dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan-perubahan yang akan dihadapi anak. 5 Khusus bagi guru, agar dapat memilih dan memberikan materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan anak. B. Hakikat Perkembangan Pada dasarnya hubungan antara pertumbuhan dan perkembangan masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli. Pertumbuhan sering dikaitkan dengan perubahan yang terjadi secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada diri individu dalam waktu tertentu Kartono dalam Sobur, 2009. Sedangkan perkembangan menurut Kartono dalam Sobur, 2009 merupakan perubahan psikofisis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisis yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar pada waktu tertentu menuju kedewasaan. Sementara itu, perkembangan menurut Yusuf 2009 adalah proses terjadinya berbagai perubahan yang bertahap yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya maturation yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik terhadap fisiknya maupun psikisnya. Dengan kata lain, pertumbuhan berarti proses perubahan yang berhubungan dengan kehidupan jasmaniah individu, sedangkan perkembangan berarti proses perubahan yang berhubungan dengan kejiwaan individu dimana perubahan tersebut akan terwujud dalam tingkah laku yang dapat diamati. Sedikitnya ada empat istilah yang berdekatan bahkan saling terkait pengertiannya. Pertama, pertumbuhan growth, Kedua Perkembangan development, Kematangan maturation, dan Keempat perubahan change. Berikut akan dicoba dibahas secara singkat tentang hakikat keempat konsep tersebut agar dapat dibedakan satu dengan yang lain. 1. Pertumbuhan growth Dalam perkembangan maka terjadi pula yang namanya sebuah pertumbuhan growth. Istilah pertumbuhan atau growth ini merupakan sebuah kata yang lazimnya digunakan dalam disiplin ilmu biologi oleh sebab itu dalam memahamini akan lebih bersifat biologis. Pertumbuhan dapat dijelaskan sebagai sebuah proses kenaikan massa dan volume yang dikarenakan adanya tambahan substansi dan perubahan bentuk yang terjadi selamaproses tersebut. Hal ini dijelaskan pula oleh Chaplin 2002 yang menyatakan bahwa pertumbuhan adalah suatu pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan. Senada dengan pendapat tersebut Desmita 2009 menjelaskan istilah pertumbuhan dalam konteks perkembangan merujuk pada perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, kepala, jantung, paru-paru, dam sebagaimnya. Dengan kata lain disini tidak berkaitan dengan pola pikir, ingatan, ataupun perkembangan mental seseorang. Dari berbagai definisi tersebut dapat kita pahami bahwa pertumbuhan ialah suatu perubahan secara biologi yang dialami oleh makluk hidup yaitu berupa pertambahan ukuran, baik volume, bobot, maupun jumlah sel yang bersifat irreversible. Perubahan yang bersifat irreversible ini maksudnya suatu perubahan yang tidak dapat kembali ke semula, contohnya seokor bayi harimau yang tumbuh menjadi dewasa maka tidak dapat kembali menjadi bayi harimau lagi. 2. Perkembangan development Dijelaskan oleh Perkembangan ialah perubahan yang terjadi selama proses pertumbuhan menuju keadaan yang lebih dewasa dibanding sebelumnya sehingga terbentuk organ-organ atau sel-sel yang memiliki fungsi dan struktur yang berbeda pula. Dengan kata lain perkembangan adalah suatu gejala perubahan dalam fungsi dari organ-organ yang telah mengalami pertumbuhan tersebut. Pada aspek ini lebih ditekankan pada perubahan fungsi atau psikis yang lebih kompleks sehingga pada perkembangan ini tidak dapat diukur dengan mudah tetapi hanya bisa dilihat gejala perubahannya. Jadi proses perkembangan ini berjalanseiring dengan terjadinya pertumbuhan pada makhluk hidup. Pengertian lain dijelaskan oleh Santrock 2007 dimana perkembangan memiliki makana sebagai pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan, yangberlanjut sepanjang rentang hidup. Kebanyakan perkembangan melibatkan pertumbuhan, meskipun melibatkan juga penuaan. Sebagai contoh proses yang terjadi pada sebuah tanaman buah dari bibit pohon yang kecil menjadi besar dengan pohon rindang, daun lebat dan buah yang rabum. Dalam proses tersebut menunjukkan kedua proses pertumbuhan dan perkembangan. Karena dalam pertumbuhan tinggi dan bertambahnya volume pohon, terdapat juga proses perkembangan yaitu berupa perubahan sel-sel di dalam pohon menuju tahap lebih dewasa sehingga akhirnya mampu menghasilkan buah. Senada dengan hal tersebut Desmita 2009 menjelaskan bahwa perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, malainkan didalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang memilki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuham, pematangan dan belajar Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak lahir sampai masa meninggal seorang individu tidak pernah statis, melainkan senantiasa mengalami perubahan-perubahan yang bersifat progresis dan berkesinambungan. Atau dapat diartikan bahwa perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan dari proses perubahan yang ada dalam individu baik terkait dengan fisik, mental, sifat dan ciri-ciri yang baru pada level yang lebih tinggi berdasarkan pertumbuhan, pematanangan dan belajar. 3. Kematangan maturition Setiap individu pasti mengalami pertumbuhan atau perkembangan. Jika tidak, maka ia tidak akan berfungsi atau mati. Pertumbuhan yang dialami adalah pertumbuhan fisik dan mental. Namun kenyataannya, sering kita jumpai orang yang matang secara fisik atau usia tetapi mentalnya tidak matang. orang yang tidak dewasa atau tidak matang bisa menghambat pertumbuhan orang lain yang ada disekitarnya. Selain itu, kerugian dari ketidak matangan adalah dapat menghambat dalam masa depan, karena dia akan mengalami kesulitan dalam bergaul, dan dalam melakukan setiap peran kehidupan yang dimilikinya. Banyak orang mendeskripsikan dewasa sebagai matang atau tua dan sebaliknya kekanak-kanakan sering didefinisikan sebagai terlalu muda atau belum cukup umur. Pendefinisian yang terlalu abstrak terlebih karena usia tidak pernah bisa membatasi perkembangan psikologis. Dapat dipahami bersama bahwa kita tidak hanya bisa berfikir bahawa perkembangan sebagaimana dihasilkan oleh proses-proses biologis, kognitif, dan sosioemosional yang paling mempengaruhi, tetapi juga oleh kedewasaan dan pengalaman yang mempengaruhi. Dijelaskan Santrock 2007 Kedawasaaan atau kematangan maturation ialah urutan perubahan yang teratur yang disebabkan oleh cetak biru genetik yang kita miliki masing-masing. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa kematangan terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari. Atau bisa juga dikatakan bahwa kematangan Maturity adalah kemampuan untuk mengendalikan diri self control dan tidak mudah terpancing oleh reaksi yang provokatif, yang ditandai dengan a. Bertahan untuk tidak impulsif b. Mengendalikan emosi rasa marah, frustrasi dll c. Mampu berespon secara kalem dalam situasi frustrasi d. Mampu mengelola stress secara efketif e. Mengendalikan emosi negatif dan bertindak secara konstruktif untuk mencari penyelesaiannya f. Mampu menenangkan orang lain disamping menenangkan diri sendiri 4. Perubahan change Baik dalam sebuah proses perkembangan, pertumbuhan maupun kedewasaan setiap individu selalu mengalami perubahan didalamnya. Konsep perubahan dalam perkembangan disini menjelaskan bahwa setiap perubahan yang ada dalam diri individu baik dalam hal bentuk fisik, pola pikir maupun kedewasaan itu sendiri adalah bagian penting yang mau tidak mau akan dilalui oleh setiap manusia sebagai sesuatu yang berkesinambungan. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa proses perkembangan berkesinambungan tidak berarti tak terelakkan. Interaksi dinamis antara kekuatan dari dalam dan luar individu inilah yang bisa jadi akan menghasilkan perubahan, tetapi perubahan tersebut belum tentu teratur, sistimatis, atau, bahkan perubahan itu menuju ke arah yang benar. Perubahan tidak terjadi ketika manusia menghadapi tuntutan lingkungan baru, dimana perubahan tersebut belum tentu berjalan dengan baik, misalnya peranan baru atau tanggungjawab baru. Unsur-unsur biologis sangat berarti bagi manusia dalam mengendalikan, memanipulasi, maupun menguasai lingkungan. Hal ini didukung dengan apa yang disampaikan oleh Desmita 20098 bahwa perubahan-perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup. Upaya atau tujuan yang ada dalam setiap perubahan ini dapat dianggap sebagai suatu dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat, untuk menjadi manusia seperti yang diinginkan baik secara fisik maupun psikis, kesemua hal tersebut merupakan sebuah upaya dalam mewujudkan aktualisasi dalam diri individu. Desmita 20098 juga menjelaskan bahwa secara garis besar perubahan yang terjadi dalam perkembangan dibagi menjadi empat bentuk a. Perubahan dalam ukuran besarnya b. Perubahan-perubahan dalam proporsinya c. Hilangnya bentuk atau ciri-ciri lama d. Timbulnya atau lahirnya bentuk atau ciri-ciri baru. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan 1. Aliran Nativisme Tokoh aliran ini adalah Schoupen Howern. Menurut aliran ini perkembangan organisme ditentukan oleh faktor pembawaan nativus. Aliran ini mengemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat dan pembawaan baik karena berasal dari keturunan orang tuanya maupun karena memang ditakdirkan demikian. Jika individu pembawaannya baik, maka akan baik pula individu tersebut begitu juga sebaliknya. Menurut aliran ini, pendidikan tidak dapat diubah dan senantiasa berkembang dengan sendirinya. 2. Aliran Empirisme Salah satu tokoh aliran ini adalah John Locke, yang mengembangkan teori “tabula rasa”. Menurutnya manusia bagaikan “tabula rasa”, yakni meja lilin yang putih bersih belum tergoreskan apapun. Mau dijadikan gambar gambar apa saja meja lilin tersebut terserah pelukisnya. Meja lilin di sini diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir yang akan berkembang, sedangkan pelukis adalah lingkungan yang akan membentuk jadi apapun anak yang baru lahir ini. Dengan kata lain, aliran empirisme sangat yakin bahwa perkembangan organisme ditentukan oleh lingkungan. Bahkan J. B. Watson, yang terkenal sebagai behaviorist dari Amerikat Serikat, pernah sesumbar “Beri aku bayi, lalu mintalah kepada ku mau dijadikan apa pun bayi itu. Mau dijadikan dokter, lawyer, guru, bahkan dijadikan criminal. Mintalah kepadaku”. 3. Aliran Konvergensi Tokoh aliran konvergensi adalah William Stern. Aliran ini meyakini bahwa baik factor pembawaan maupun faktor lingkungan sama penting bagi perkembangan organism. Dengan kata lain Aliran ini mempercayai bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia tidak hanya berasal dari lingkungan pengalaman saja atau pembawaan saja, tapi dipengaruhi oleh keduanya. Faktor pengalaman tidak berarti apa-apa tanpa faktor pengalaman begitu juga sebaliknya. Perkembangan yang sehatakan berkembang jika ada kombinasi dari fasilitas yang diberikan oleh lingkungan dan potensial kodrati anak bisa mendorong berfungsinya segenap kemampuan anak. D. Prinsip Perkembangan Pada dasarnya, setiap fase perkembangan satu dengan lainnya saling berkaitan erat. Hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang utuh. Adapun tujuan perkembangan adalah untuk menjadikan individu manusia dewasa yang mandiri. Sedangkan prinsip-prinsip perkembangan itu adalah sebagai berikut. 1. Perkembangan tidak terbatas pada pertumbuhan secara fisik, namun mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progresif, teratur, koheren, dan berkesinambungan. 2. Perkembangan selalu menuju proses diferensiasi dan integrasi. 3. Perkembangan dimulai dari respon-respon yang sifatnya umum menuju khusus. 4. Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung secara berantai. 5. Setiap individu mempunyai tempo kecepatan perkembangannya sendiri-sendiri. 6. Di dalam perkembangan, dikenal adanya irama atau naik turunnya proses perkembangan. 7. Setiap individu seperti halnya organisme lainnya memiliki dorongan dan hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif seperti rasa sakit, rasa tidak aman, kematian, dan sebagainya. 8. Dalam perkembangan terdapat masa peka, yaitu suatu masa dalam perkembangan individu dimana suatu fungsi jasmani ataupun rohani dapat berkembang dengan cepat jika mendapat latihan yang baik dan kontinu. 9. Perkembangan tiap-tiap individu pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan. Selain apa yang dijelaskan diatas terdapat pula beberapa konsep lain tentang prinsip-prinsip yang menyertai didalam pertumbuhan dan perkembangan yang ada sebagaimana berikut 1. Perkembangan Melibatkan Perubahan. Perkembangan diartikan sebagai deretan progresif dari perubahan yang teratur dan koheren, maksutnya perubahan yang terjadi terarah maju dan menunjukkan hubungan adanya hubungan nyata antara perubahan yang terjadi baik yang telah mendahului atau perubahan yang akan mengikutinya. Menurut Maslow dalam. Hurlock 2007 tujuan perubahan perkembangan adalah upaya untuk menjadi orang terbaik secara fisik dan mental aktualisasi diri. Namun berhasil tidaknya mencapai tujuan tersebut, tergantung pada hambatan yang dihadapinyadan bagaimana cara menanggulanginya. Hambatan-hambatan dating dari lingkungan dan diri sendiri. 2. Perkembangan Awal Lebih Kritis dari Pada Perkembangan Selanjutnya. Sebuah kenyataan menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama sekolah merupakan saat yang kritis bagi perkembangan anak. Beberapa ahli juga mengutarakan pendapatnya diantaranya Milton, Erikson, dan Glueck Milton dalam Hurlock 2004menyatakan bahwa “Masa kanak-kanak meramalkan masa dewasa, sebagaimana pagi hari meramalkan hari baru”. Erikson dalam Hurlock 2004 juga menyimpulkan bahwa “masa kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai manusia, tempat di mana kebaikan dan sifat buruk akan berkembang mewujudkan diri, meskipun lambat tetapi pasti”. Ia juga menerangkan, apa yang akan dipelajari seorang anak tergantung bagaimana orang tua memenuhi kebutuhananak akan makanan, perhatian, cinta kasih. Glueck dalam Hurlock 2004 menyimpulkan bahwa remaja yang berpotensi menjadi anak nakal, dapat diidentifikasi sedini usia dua atau tiga tahun karena perilaku anti sosialnya. 3. Perkembangan Merupakan Hasil Proses Kematangan dan Belajar. Ciri perkembangan fisik dan mental sebagian berasal dari proses kematangan intrinsic dan sebagian berasal dari latihan dan usaha individu. Proses kematangan intrinsic adalah terbukanya karakteristik yang secara potensional ada pada individu yang berasal dari warisan genetic. Dalam fungsi filogenetik fungsi umum ras, misalnya merangkak, duduk, dan berjalan, perkembangan berasal dari proses kematangan. Berbeda dengan fungsi ontogenetic fungsi khas untuk individu, misalnya berenang, melempar bola, naik sepeda, diperlukan latihan. Kecenderungan yang diwariskan tidak dapat matang sepenuhnya tanpa dukungan lingkungan. Belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha, sebagai contoh anak yang mempunyai tatanan saraf dan otot yang superior, akan mempunyai bakat tapi kalau tidak ada kesempatan berlatih dan bimbingan yang sistematis, anak itu tidak akan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Belajar dapat terjadi secara imitasi individu secara sadar meniru apa yang dilakukan oleh orang lain, identifikasi sebagai suatu usaha individu untuk menerima sikap, nilsi, motivasi, dan perilaku orang yang dihormati atau dicintai. Evaluasi 1. Jelaskan perbedaan konsep Perkembangan, Pertumbuhan dan Kematangan! 2. Jelaskan dengan bahasa anda tentang psikologi perkembangan! 3. Jelaskan prinsip yang ada dalam teori perkembngan manusia! Daftar Pustaka Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta Erlangga Santrock, John W. 2007. Pekembangan Anak. Jakarta Erlangga Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung CV. Pustaka Setia. Yusuf, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. BAB II KONTRIBUSI AHLI TEORI PERKEMBANGAN Perkebangan teori perkembangan tidak terlepas dari sumbangan beberapa tokoh penting dalam dunia psikologi dan pendidikan. Selanjutnya pada bab ini akan dijoba diuraikan sedikit dari beberapa ahli yang ada terkait sumbangannya pada teori perkembangan A. Kontribusi Padangan Teori Psikodinamik Freud Pandangan Freud terus mempengaruhi praktek kontemporer. Banyak dari konsep-konsep dasarnya masih merupakan bagian dari dasar yang teoretikus lain dalam membangun dan mengembangkan. Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik. Menurut Freud, perilaku kita ditentukan oleh kekuatan irasional, motivasi tak sadar, dan kendali biologi dan insting seperti ini berkembang melalui tahapan psikoseksual kunci dalam 6 tahun pertama kehidupan. Naluri adalah pusat untuk pendekatan Freudian. Meskipun ia awalnya menggunakan istilah libido untuk merujuk kepada energi seksual, ia kemudian diperluas untuk mencakup energi dari semua naluri kehidupan. Naluri ini melayani tujuan kelangsungan hidup individu dan umat manusia, mereka berorientasi pada pertumbuhan, pengembangan, dan kreativitas. Libido, kemudian, harus dipahami sebagai sumber motivasi yang meliputi energi seksual Setelah mengkaji pokok bahasan ini diharapkan 1. Mahasiswa mampu memahami berbagai sumbangan teori dalam perkembangan 2. Mampu membedakan masing-masing sumbangan dari setiap teori yang ada tetapi melampaui hal itu. Freud mencakup semua tindakan yang menyenangkan dalam konsep tentang insting hidup, ia melihat tujuan dari sebagian besar kehidupan sebagai memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Freud juga postulat naluri kematian, yang menjabarkan tentang kendali agresif. Kadang-kadang, orang mewujudkannya melalui perilaku mereka yang secara sadar ingin untuk mati atau melukai diri sendiri atau orang lain. Mengelola kendali agresif ini merupakan tantangan utama bagi umat manusia. Dalam pandangan Freud, baik kendali seksual dan agresif adalah penentu kuat mengapa orang bertindak seperti yang mereka lakukan. Menurut pandangan psikoanalisis, kepribadian terdiri dari tiga sistem id, ego, dan superego. Ini adalah nama untuk struktur psikologis dan tidak boleh dianggap sebagai manikins yang beroperasi secara terpisah kepribadian, kepribadian seseorang berfungsi sebagai keseluruhan daripada sebagai tiga segmen diskrit. id merupakan komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, dan superego adalah komponen sosial. Dari perspektif Freudian ortodoks, manusia dilihat sebagai sistem energi. Dinamika kepribadian terdiri dari cara-cara energi psikis didistribusikan kepada id, ego, dan superego. Karena jumlah energi yang terbatas, salah satu keuntungan sistem kontrol atas energi yang tersedia ai dengan mengorbankan dua sistem lainnya. Perilaku ditentukan oleh energi psikis. Mungkin kontribusi terbesar Freud adalah konsep tentang tingkat kesadaran dan ketaksadaran, yang merupakan kunci untuk memahami perilaku dan masalah kepribadian. Bawah sadar tidak dapat dipelajari secara langsung tetapi disimpulkan dari perilaku. Pembuktian klinis guna membuktikan konsep ketaksadaran alam bawah sadar meliputi sebagai berikut 1 mimpi-mimpi, yang merupakan representasi simbolis dari kebutuhan-kebutuhan alam bawah sadar, keinginan/hasrat, dan konflik-konflik, 2 salah ucap dan lupa, misalnya, terhadap nama yang dikenal, 3 sugesti-sugesti pascahipnotik ; 4 bahan-bahan yang berasal dari teknik asosiasi bebas, 5 materi/bahan-bahan yang berasal dari teknik proyektif, dan 6 isi simbolik gejala psikotik. Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya berada di bawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada di bawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran itu menyimpan pengalaman, kenangan/ingatan-ngatan, dan bahan-bahan yang direpresi. Kebutuhan dan motivasi yang tidak dapat diakses/dicapai-yaitu, terletak di luar kesadaran-juga berada di luar daerah kendali/kontrol. Freud juga percaya bahwa sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar wilayah-kesadaran. Oleh karena itu, Tujuan/sasaran terapi psikoanalitik adalah untuk membuat motif tak sadar menjadi disadari, sebab hanya ketika menyadari motif-motifnyalah individu bias melaksanakan pilihan. Pemahaman terhadap peran ketaksadaran alam bawah sadar adalah pusat untuk menangkap esensi dari model tingkah laku psikoanalitik. Meskipun di luar kesadaran, ketaksadaran mempengaruhi tingkah laku. Proses tak sadar adalah akar dari segala bentuk gejala dan tingkah laku neurotik. Dari perspektif ini, "penyembuhan" didasarkan pada mengungkap makna gejala, penyebab perilaku, dan bahan yang direpresi yang mengganggu/merintangi fungsi psikologis yang sehat. Perlu dicatat, bahwa wawasan intelektual saja tidak menyelesaikan gejala. Kebutuhan klien untuk berpegang teguh pada pola lama pengulangan harus dihadapkan dengan bekerja melalui distorsi transferensi. Selain itu sebuah modalita yang menjadi bagian dari teori psikoanalisis yang dapat dikatakan sebagai sumbangan dalam konseling adalah konsep teori tentang kecamasan atau axiety, prinsip kateksis dan antikateksis, asosiasi bebas, analisis mimpi, intepretasi, analisis dan interpretasi antar resistensi perlawanan, analisis dan interpretasi dari transferensi, dan mekanisme pertahanan ego. B. Kontribusi Pandangan Teori Psikososial Erikson Erik Erikson terlatih sebagai seorang tenaga analisis lepas dalam tradisi pengikut Freud. Erik Erikson dan nego neo-Freudnya tentang perkembangan teori kepribadian telah dikenal secara luas melalui empat bukunya, risetnya, ajaran kuliahnya secara luas, dan lusinan artikel jurnal, Erikson adalah pengikut neo-Freud yang terlatih sebagai psikoanalisis lepas, dan masih meneruskan secara luas dalam tradisi teori pengikut Freud. Bagaimanpun juga, kami mencatat beberapa perluasan karyanya terhadap kerangka acuan psikoanalisis. Sebagai contoh, secara kontras dengan posisi Freud, ia tidak merasa bahwa kepribadian dimulai setelah masa kanak-kanak. Seperti yang kita lihat, ia mempertimbangkan kepribadian agar tetap fleksibel di sepanjang usia dewasa. Erikson juga menggunakan prinsip kutub atau prinsip dikotomi yang digunakan Freud- dan , tentu saja, juga digunakan oleh Jung. Suatu ilustrasi mengenai perkembangan ego pada kedelapan perkembangan umur, dimana kehidupan individual berakhir, apakah sebagai pribadi yang sukses atau gagal dengan kata Erikson, integritas vs keputusasaan. Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak ada pada psikoanalisis Freud, yang digambarkan pada masing-masing 8 tahap perkembangan umur. Kualitas-kualitas ego tersebut inilah yang biasa dikenal dengan ego kreatif Alwisol, 2005. Pada konsep ini ego bukanlah budak tetapi justru tuan atau pengatur dari id, superego dan dunia luar. Jadi ego di samping hasil proses faktor-faktor genetik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk oleh konteks kultural dan historik. Ego yang sempurna digambarkan oleh Erikson memiliki tiga dimensi yaitu, faktualitas, uniersalitas, dan aktualitas Alwisol, 2005. Selain hal tersebut erikson juga memperkenalkan tiga aspek ego yang paling berhubungan ego tubuh, ego ideal, dan eho identitas Feist & Feist, 2010. Erikson percaya bahwa ego berkembang melalu tahapan kehidupan sesuai prinsip epigenitk. Epigentik sendiri dipinjang dari istilah embriologi. Perkembangan epigenetik menyiaratkan pertumbuhan langkah demi langkah dari organ janin. Embrio tidak dimulai dalam bentuk manusia kecil yang lengkap, menanti untuk mengembangkan struktur bentuknya. Dengan cara yang sama ego mengikuti perkembangan epigenetik, dengan tiap tahapan perkembangan pada waktu yang seharusnya. Satu tahapan muncul dibangun dari tahapan sebelumnya akan tetapi tidak menggantikan tahapan sebelumnya. Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia. Dalam pemahaman akan delapan tahapan perkembangan yang diusung oleh Erikson maka kita tidak akan lepas dari beberpa poin penting antara lain Feist & Feist, 2010 1. Terkait dengan prinsip epigenetik. Yaitu satu bagian yang tumbuh dari komponen yang lain dan memiliki pengaruh waktu tersendiri, namun tidak menggantian komponen berikutnya. 2. Di dalam setiap tahapan kehidupan terdapat interaksi berlawanan yaitu koflik antara elemen sintonik harmonis dan elemen distonik mengacaukan. 3. Pada setiap tahapan konflik antara elemen distonik dan sintonik menghasilkan kualitas ego dan kekuatan ego, yang erikson sebut dengan basic strength kekuatan dasar. 4. terlalu sedikitnya kekuatan pada satu tahapan mengakibatkan patologi inti core pathology pada tahap tersebut. 5. Walaupun Erikson mengacu pada kedelapan tahapannya sebagai tahapan psikososial psikosocial strength, ia tidak pernah meninggalkan aspek biologis dalam perkembangan manusia. 6. Peristiwa-peristiwa di tahapan sebelumnya tidak menyebabkan perkembangan kepribadian selanjutnya. Identitas ego dibentuk oleh keanekaragaman konflik dan kejadian masa lampau, sekarang dan yang diharapkan. 7. Selama tiap tahapan, khususnya sejak remaja dan selanjutnya, perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas yang Erikson sebut dengan periode krusial dakan meningkatnya kerapuhan dan memuncaknya potensi. 8. Tahapan perkembangan psikososial Erikson ditunjuk pada kualitas ego atau kekuatan dasar yang timbul dari konflik-konflik atau krisi psikososial yang menjadi ciri khas setiap periode. C. Kontribusi Pandangan Teori Perkembangan Kognitif Piaget Teori Perkembangan kognitif dari Piaget memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Miller Mery Latifah, 2008 berpendapat bahwa teori Piaget merupakan teori pentahapan yang paling berpengaruh dalam psikologi perkembangan, di mana dalam setiap tahapannya Piaget menggambarkan bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan tentang dunianya genetic epistemology. Secara ringkas, teori Piaget menjelaskan bahwa selama perkembangannya, manusia mengalami perubahan-perubahan dalam struktur berfikir, yaitu semakin terorganisasi, dan suatu struktur berpikir yang dicapai selalu dibangun pada struktur dari tahap sebelumnya. Perkembangan yang terjadi melalui tahap-tahap tersebut disebabkan oleh empat faktor kematangan fisik, pengalaman dengan objek-objek fisik, pengalaman sosial, dan ekuilibrasi. Mery Latifah, 2008. Untuk memahami teori perkembangan kognitif Piaget, terdapat beberapa kata kunci atau konsep pokok dari teori perkembangan kognitif Piaget. Berikut rangkuman kata kunci dari berbagai literatur yang membahas tentang teori Piaget Abin Syamsudin Makmun, 2004., Monk & Knoers, 2006., Jarviss,2007., Boeree, 2008., Woolfolk & Nicolich, tt., Sarlito Wirawan, 2008., 1. pola Schema adalah paket-paket informasi yang masing-masing dari informasi tersebut memiliki hubungan dengan satu aspek dunia, termasuk objek, aksi, dan konsep abstrak. 2. asimilasi assimilation proses penggabungan informasi baru ke dalam pola-pola yang sudah ada 3. akomodasi accomodation pembentukan pola baru untuk membentuk informasi dan pemahaman baru 4. operasi operation penggambaran mental tentang aturan-aturan yang terkait dengan dunia. 5. Struktur kognitif cogitive structure kerangka berpikir individu yang merupakan kumpulan informasi yang telah didapatkan, hal ini berhubungan pola kognitif cognitive schema yang merupakan perilaku tertutup berupa tatanan langkah-langkah kognitif operasi yang berfungsi memahami apa yang tersirat atau menyimpulkan apa yang direspon. 6. ekuilibrum atau keseimbangan equilibrum keseimbangan antara pola yang digunakan dengan lingkungan yang direspons sebagai hasil kecepatan akomodasi, atau keadaan mental ketika semua informasi yang diperoleh dapat dijelaskan dengan pola-pola yang ada. Pokok teori perkembangan kognitif Piaget berasumsi bahwa setiap organisme hidup dilahirkan dengan dua kecenderungan fundamental, yaitu ; a kecenderungan untuk adaptasi, dan b kecenderungan untuk organisasi Monk & Knoers, 2006, Woolfolk & Nicholich, tt 62 . Selanjutnya Monk & Knoers 2006 memaparkan bahwa kecenderungan adaptasi merupakan bawaan setiap organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui dua proses yang saling komplementer yaitu 1 asimilasi, dan 2 akomodasi. Woolfolk & Nicholich tt 62 mengungkapkan bahwa asimilasi merupakan sebuah usaha atau proses inidividu dalam memahami sesuatu yang baru dengan cara menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya struktur kognitif. Sebagai contoh, ketika seorang anak pertama kali melihat zebra, dengan berbagai ciri dan informasi yang diketahui tentang kuda, maka anak tersebut akan menyebutnya kuda. Proses adaptasi tidak selamanya bisa dilakukan melalui teknik asimilasi. Ketika inidividu mengalami situasi baru atau menghadapi objek atau masalah baru yang tidak bisa diselesaikan dengan struktur kognitif yang telah ada, maka inidividu melakukan proses akomodasi, yaitu merubah atau menambah pola untuk merespon situasi baru Woolfolk & Nicholich, tt 62., Syamsudin, 2004. Piaget Boeree, 2008 mengemukakan bahwa asimilasi dan akomodasi berfungsi untuk menyeimbangkan struktur pikiran dan lingkungan, dan menciptakan porsi yang sama di antara keduanya. Jika keseimbangan ini terjadi maka individu akan memperoleh gambaran yang baik tentang dunianya pemahaman tentang informasi, objek atau masalah yang dihadapi atau dalam konteks teori Piaget disebut dengan istiliah ekuilibrum equilibrum. Kecenderungan yang kedua adalah organisasi. Monk & Knoers 2006 menjelaskan kecenderungan organisasi sebagai kecenderungan organisme untuk mengintegrasikan proses-proses sendiri menjadi sistem-sistem yang koheren. Kecenderungan adaptasi dan organisasi memiliki peran komplementer dalam proses perkembangan kognitif individu. Piaget Boeree, 2008 mencatat adanya periode di mana asimilisi lebih dominan, periode di mana akomodasi lebih dominan, dan periode di mana keduanya mengalami keseimbangan. Periode-periode ini relatif sama dalam diri setiap anak yang diselediki. Barulah kemudian Piaget memperoleh ide tentang tahap-tahap perkembangan kogntif. Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif dari tahun 1929 – 1980. Piaget berpendapat bahwa cara berpikir anak-anak berbeda dengan orang dewasa bukan hanya karena kurang/belum matang serta kurang pengetahuan, tetapi juga berbeda secara kualitatif. Artinya cara berpikir anak-anak berbeda dengan orang dewasa Jarvis, 2007. Dari hasil penelitiannya Piaget membagi proses perkembangan kognitif menjadi empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukan karakteristik yang berbeda Makmun, 2004. Piaget Jarvis, 2007 percaya bahwa setiap orang melalui keempat tahapan perkembangan kognitif, meskipun mungkin setiap tahap bagi setiap orang dilalui dalam usia yang berbeda. Berikut ini adalah tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget yang dirangkum dari berbagai literatur yaitu 1 tahap sensorimotor usia 0–2 tahun, 2 tahap praoperasional usia 2–7 tahun, 3 tahap operasional konkrit usia 7–11 tahun, dan 4 tahap operasional formal usia 11 tahun sampai dewasa Abin Syamsudin Makmun, 2004., Monk & Knoers, 2006., Jarviss,2007., Boeree, 2008., Woolfolk & Nicolich, tt., Sarlito Wirawan, 2008.. D. Kontribusi Pandangan Humanis Beberapa psikolog pada waktu yang sama tidak menyukai uraian aliran psikodinamika dan behaviouristik tentang kepribadian. Mereka merasa bahwa teori-teori ini mengabaikan kualitas yang menjadikan manusia itu berbeda dari binatang, seperti misalnya mengupayakan dengan keras untuk menguasai diri dan merealisasi diri Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanism biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistic biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Sebagai bentuk pengenalan mengenai humanisme, awalnya kita lihat pada ringkasan Carl Rogers yang berhubungan dengan personality dan behavior; kemudian kita menguji beberapa pendekatan terhadap pendidikan yang mencerminkan orientasi Humanistik. diantaranya Rogers yang merupakan ahli teori paling berpengaruh di area ini; Abraham Maslow, Humanis penting lainnya. E. Kontribusi Pandangan Havighurst Kontribusi Robert Havighurst untuk pengembangan pada teori perkembangan manusia merupakan suatu hasil langsung dari karyanya pada wilayah tugas-tugas perkembangan. Dia sangat tertarik pada pengetahuan bagaimana permintaan masyarakat terkait dengan kebutuhan manusia. Robert Havighrust tokoh psikologi pendidikan melalui perspektif psikososial berpendapat bahwa periode yang beragam dalam kehidupan individu menuntut untuk menuntaskan tugas-tugas perkembangan yang khusus. Tugas-tugas ini berkaitan erat dengan perubahan kematangan, persekolahan, pekerjaan, pengalaman beragama, dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya. Selanjutnya Havighrust mengartikan tugas-tugas perkembangan itu sebagai berikut “A developmental task is a task which arises at or about a certain period in the life of the individual, successful achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual, disapproval by society and difficulty with later task. Maksudnya, bahwa tugas perkembangan itu merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya; sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya. Havighurst percaya dan membagi fase tugas perkembangan yang ada bahwa terdapat tugas-tugas perkembangan untuk bayi dan balita usia 0 hingga 5 tahun, untuk kanak-kanak usia 6 hingga 11 tahun, untuk remaja usia 12 hingga 18 tahun, untuk dewasa awal usia 19 hingga 30 tahun, dan untuk usia tengah baya dan dewasa akhir. Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku, atau keterampilan yang seyogianya dimiliki oleh individu, sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Hurlock 2004 menyebut tugas-tugas perkembangan ini sebagai ini sebagai social expectations. Dalam arti, setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Evaluasi 1. Uraikan 1 sumbangan teori Perkembangan yang menurut anda paling besar diantara sumbangan yang lain! 2. Jelaskan konsep perkembangan kognitif yang diusung oleh Piaget? 3. Sebutkan sumbangan terbesar yang diberikan oleh Erikson dalam perkembangan teori perkembangan! Daftar Pustaka Abin Syamsyudin Makmun. 2004. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. BandungRosda Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang UMM Press Boree, C. Goerge. General Psychology Psikologi Kepribadian, Persepsi, Kognisi, dan Perilaku. terj. Helmi J. Fauzi. Jogjakarta Primashopie Fiest, J. Fiest, 2010. Teori Kepribadian Theories of Personality. Jakarta Penerbit Salemba Humanika Hurlock, Elizabeth. 2004. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta Erlangga Jarvis, Matt.2007. Teori-teori Psikologi Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. Terj. SPA-Teamwork. Bandung Nusamedia dan Nuansa. Sarlito Wirawan 2008. Psikologi Remaja. Jakarta Rajawali Press Woolfolk, Anita E. & Nicolich, Lorraine McCune. tt. Mengembangkan Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak Psikologi Pembelajaran I. Inisiasi Press. BAB III ASPEK PERKEMBANGAN Setiap fase perkembangan yang ada memiliki beberapa aspek perkembangan yang sama tetapi berbeda tingkatan atau kematangan pada setiap fasenya. Berikut pada bab ini akan dijelaskan beberapa aspek perkembangan yang menyertai individu selama tingkat perkembangannya A. Aspek Perkembangan Fisik Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal dalam kandungan. Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson Hurlock, 2004 mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu 1 Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; 2 Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; 3 Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan 4 Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi. Dalam membahas perkembangan fisik seorang manusia terdapat dua hal yang cukup besar terkait dengan perkembangan anatomi dan perkembangan fisiologi. 1. Perkembangan anatomi Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan, Setelah mempelajari pokoh bahasan ini, diharapkan 1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses perkembangan individu 2. Mahasiswa mampu menjelaskan aspek-aspek perkembangan proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan secara keseluruhan. 2. Perkembangan fisiologi Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan. Salah satu aspek penting dalam perkembangan fisiologi manusia adalah terkait dengan perkembangan otak manusia. Hal senada dijelaskan oleh Piaget dalam Papalia dan Olds, 2008 bahwa Perubahan fisik otak juga merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena otak adalah sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan sehingga semakin sempurna struktur otak maka akan meningkatkan kemampuan kognitif Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf neuron, dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi hubungan dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel nucleus dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya. Otak mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menentukan perkembangan aspek-aspek perkembangan yang lainnya. pertumbuhan otak yang sehat mormal akan mempengaruhi perkembangan secara postif terkait kemampuan motorik, intelektual, emosional, sosial, moral, maupun kepribadian. Begitu pula sebaliknya hambatan atau perkembangan otak yang tidak sehat akan memberikan pengaruh yang negatif pula pada perkembangan aspek lain pada individu. Hal ini akan ditentukan terkait dengan asupan gizi dan baik setelah masa kelahiran atau gizi yang diasup oleh seorang ibu salam masa-mas kehamilan. Bayak penelitian yang dilakukan diketahui bahwa faktor gizi yang diterima seorang ibu selam kehamilan menjadi faktor yang sangat besar didalam perkembangan otak seorang anak dibandingkan dengan setelah masa kelahiran. Semakin matangnya perkembangan otak seseorang sangat berpengaruh besar pada perkembagan motorik yang ada baik pada motorik kasar seperti berlari maupun halus seperti menggambar. Harlock 2004 mencatat bahwa perkembangan motorik seorang indivdu sangat penting bagi perkembangan pribadi secara keseluruhan. Harlock juga mencatat beberapa alasan mengenai kemampuan motorik yang berpengaruh bagi konstelasi perkembangan individu a. Melalui keterampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. b. Melalui keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya kekondisi independence bebas tidak bergantung. c. Melalui keterampilan motorik anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah atau yang lebih besar. d. Melalui keterampilan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebaya. e. Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan self-consept atau kepribadian. B. Aspek Perkembangan Kognitif Kognitif atau sering disebut kognisi mempunyai pengertian yang luas mengenai berfikir dan mengamati. Ada yang mengartikan bahwa kognitif adalah tingkah laku-tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Selain itu kognitif juga dipandang sebagai suatu konsep yang luas dan inklusif yang mengacu kepada kegiatan mental yang terlibat di dalam perolehan, pengolahan, organisasi dan penggunaan pengetahuan. Proses utama yang digolongkan di bawah istilah kognisi mencakup mendeteksi, menafsirkan, mengelompokkan dan mengingat informasi; mengevaluasi gagasan, menyimpulkan prinsip dan kaidah, mengkhayal kemungkinan, menghasilkan strategi dan berfantasi. Bila disimpulkan maka kognisi dapat dipandang sebagai kemampuan yang mencakup segala bentuk pengenalan, kesadaran, pengertian yang bersifat mental pada diri individu yang digunakan dalam interaksinya antara kemampuan potensial dengan lingkungan seperti dalam aktivitas mengamati, menafsirkan memperkirakan, mengingat, menilai dan lain-lain. Proses kognitif penting dalam membentuk pengertian karena berhubungan dengan proses mental dari fungsi kognitif. Hubungan kognisi dengan proses mental disebut sebagai aspek kognitif. Faktor kognitif memiliki pemahaman bahwa ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili obyek-obyek yang dihadapi dan dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental. Dari pernyataan ini dapat dikatakan bahwa makin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, makin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang tersebut. Kognisi sebagai kapasitas kemampuan berfikir dan segala bentuk pengenalan, digunakan individu untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya. Dengan berfungsinya kognisi mengakibatkan individu memperoleh pengetahuan dan menggunakannya. Pada prosesnya kognisi mengalami perkembangan ke arah kolektivitas kemajuan secara berkesinambungan. Perkembangan struktur kognisi berlangsung menurut urutan yang sama bagi semua individu. Artinya setiap individu akan mengalami dan melewati setiap tahapan itu, sekalipun kecepatan perkembangan dari tahapan-tahapan tersebut dilewati secara relatif dan ditentukan oleh banyak faktor seperti kematangan psikis, struktur syaraf, dan lamanya pengalaman yang dilewati pada setiap tahapan perkembangan. Mekanisme utama yang memungkinkan anak maju dari satu tahap pemungsian kognitif ke tahap berikutnya oleh Piaget disebut a asimilasi, b akomodasi, dan c ekuilibrium. Asimilasi merupakan proses dimana stimulus baru dari lingkungan diintegrasikan pada skema yang telah ada. Dengan kata lain, asimilasi merujuk pada usaha individu untuk menghadapi lingkungan dengan membuatnya cocok ke dalam struktur organisme itu sendiri yang sudah ada dengan jalan menggabungkannya. Proses ini dapat diartikan sebagai suatu obyek atau ide baru ditafsirkan sehubungan dengan gagasan atau tindakan yang telah diperoleh anak. Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut oleh Piaget adalah keseimbangan. Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas. 1. Tahap Perkembangan Kognitif Para ahli psikologi perkembangan mengakui bahwa pertumbuhan itu berlangsung secara terus menerus dengan tidak ada lompatan. Kemajuan kompetensi kognitif diasumsikan bertahap dan berurutan selama masa kanakkanak Piaget dalam Santrok 2007 melukiskan urutan tersebut ke dalam empat tahap perkembangan yang berbeda secara kualitatif yaitu a tahap sensori motor, b tahap praoperasional, c tahap operasional konkrit dan d tahap operasional formal. a. Tahapan sensorik motorik Tahap sensorimotor ada pada usia antara 0-2 tahun, mulai pada masa bayi ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal lingkungannya. Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih terikat kepada orang lain bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi. Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium sensorimotor, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan-tindakan konkrit dan bukan tindakan-tindakan yang imaginer atau hanya dibayangkan saja, tetapi secara perlahan-lahan melalui pengulangan dan pengalaman konsep obyek permanen lama-lama terbentuk. Anak mampu menemukan kembali obyek yang disembunyikan. b. Tahapan praoperasional Pemikiran PraOperasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. c. Tahapan operasional konkrit Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya perubahan positif ciri-ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara berfikir egosentris pada tahap operasional konkrit menjadi berkurang, ditandainya oleh desentrasi yang benar, artinya anak mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara serempak dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi itu satu sama lain. Dalam hal ini dapat dicontohkan anak sudah dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang mereka miliki. Mereka dapat menambah, mengurangi & mengubah. Operasi ini memungkinkannya untuk dapat memecahkan masalah secara logis. Walaupun pada anak-anak ini lebih pesat melampaui anak-anak praoperasional dalam penalaran, pemecahan masalah dan logika. Pemikiran mereka masih terbatas pada operasi konkrit. Pada tahap ini anak dapat mengkonservasi kualitas serta dapat mengurutkan dan mengklasifikasikan obyek secara nyata. Tetapi mereka belum dapat bernalar mengenai abstraksi, proposisi hipotesis. Jadi mereka mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah secara verbal yang sifatnya abstrak. Pemahaman terakhir ini baru dicapai pada tahap oprasional formal. d. Tahapan operasional formal Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun saat pubertas dan terus berlanjut sampai usia dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya, menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. C. Aspek Perkembangan Emosi Kehidupan seseorang pada umumnya selalu dipengaruhi oleh dorongan-dorongan dan minat spesifik pada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Selain itu kita percai pula bahwa seseorang merespon dan melakukan tindakan terkadang diarahkan oleh penalaran dan pemikiran-pemikiran rasional akan pertimbangan objektif akan nilai dan norma yang ada. Akan tetapi disisi yang lain kita juga tidak memungkiri bahwa adakalanya seorang individu bergerak atau merespon seuatu kondisi diakibatkan oleh dorongan emosional yang banyak mencampuri bagaimana seorang berfikir dan melakukan pertimbangan-pertimbngan yang ada. Perilaku dan sikap kita dalam kesehariannya secara umum didorong oleh perasaan-perasaan tertentu, sepertihalnya sedih, senang, perasaan kecewa atau berbangga hati akan seuatu hal atau kondisi. Dapat dicontohkan saat seorang ibu mengajari bagaimana anaknya saat bermain dan mengenal kata-kata hal ini tentunya tidak semata-mata karena alasan logis dan nalar semata tetapi bagaimana persaaan emosional yang ada dalam hubungan ibu dan anak memberikan pertimbangan yang besar dalam bentuk perlakuan atai perilaku yang diwujudkan tersebut. Perlu ditekankan bersama bahwa emosi dan perasaan merupakan sesutau hal yang berbeda satu sama lain. Walaupun demikian arti keduanya tidak dapat dibedakan secara eksplisit atau tegas. Hal ini karena pada kondisi tertentu secara afektif dapat dikatakan secara perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi sebagai contoh marah dengan diam atau tertawa dalam kesedihan. Emosi oleh Crow & Crow dalam Sunarto & Hartono 2002 diartikan sebagai pengalaman afektif yang disertai penyusuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Sarwono dalam Yusuf 2009 bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah dangkal maupun pada tingkat yang luas mendalam. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa perkembangan pada aspek emosi ini merupakan segala pengalaman afaktif yang terjadi dalam kehidupan manusia yang membantu mereka dalam mengenali dan merespon segala bentuk gajala emosi yang ada didalam dirinya meliputi kemampuan untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. 1. Pengaruh Emosi dalam Perkembangan dan Pertumbuhan Secara singkat dari bahasan diatas maka dikatakan bahwa perkembangan emosi merupakan segal sesuatu yang terkait dengan pengalaman afektif yang menyertai individu. Dalam aplikasinya pada perkembangan dan pertumbuhan perubahan emosi yang ada pada setiap individu selalu diikuti pula dengan perubahan fisik serta kematangan yang ada. Pendapat ini diperkuat dengan apa yang oleh Sunarto & Hartono 2002 jelaskan bahwa Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Sunarto & Hartono 2002 menjelaskan beberapa ciri emosi dalam mempengaruhi bentuk-bentuk perubahan fisik yang ditandai dengan aktifitas sebagai berikut a. Reaksi Elektris pada kulit meningkat bila terpesona. b. Peredaran darah bertambah cepat apabila marah. c. Denyut jantung semakin cepat bila terkejut. d. Pernapasan bernapas panjan jika kecewa. e. Pupil mata membesar bila marah. f. Liur mengereng saat takut atau tegang. g. Bulu norma berdiri kalau takut. h. Pencernaan mencret atau bermasalah saat tegang. i. Otot mengeras atau menegang saat takut atau ketegangan. j. Komposisi darah komposisi darah akan berubah saat emosi berubah diakibatkan kelenjar-kelanjar yang lebih aktif. Sedangkan Yusuf 2009 menjelaskan beberapa bentuk perubahan emosi yang berdampak pada perkembangan perilaku individu seperti halnya berikut a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas akan hasil yang telah dicapai. b. Melemahkan semangat, apabila timbul perasaan kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya perasaan putus asa. c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup dan gagap dalam berbicara. d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati. e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari,baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. 2. Pengelompokan emosi Emosi secara umum dapat dibagi menjadi 2 aspek atau kelompok yaitu kelompok emosi sensorik dan kelompok kejiwaan atau psikis Yusuf, 2009. a. Emosi sensorik, merupakan emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh kita dan biasanya sangat terkait dengan fungsi sensorik dalam organ atau indra kita seperti halnya peraaan dingin, manis, sakit,, lelah, kenyang, dan lapar. b. Emosi psikis, merupakan bentuk-bentuk emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Beberapa bentuk emosi kejiwaan atau psikis biasanya muncul akibat sensor luar yang lebih kuat atau dalam tidak hanya pada sisi organ atau indra kita seperti halnya pada emosi sensorik seperti halnya 1 Perasaan intelektual, perasaan ini erat kaitanya dengan penalaran dan ruang lingkup kebenaran. Bentuk perwujudan perasaan intelektual biasanya berbentuk rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hal hasil karya ilmiah atau mungkin perasaan gembira dan senang akan mampu mencapai sebuah kebenaran atau keberasilan setelah menyelesaikan sebuah persoalan ilmiah. 2 Perasaan sosial, merupakan perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, perasaan-perasaan simpati, rasa solidaritas antar sesama, ingin berbaur, diterima, dan kasih sayang yang dapat ia terima atau ungkapkan. Perasaan sosial disini tentunya dapat bersifat perseorangan atau mungkin lebih besar dari itu dalam bentuk kelompok atau komunitas tertentu dalam masyaakat dan bahkan lebih luas. 3 Perasaan susila, perasan ini berhubungan dengan nilai baik dan buruk atau etika moral yang ada dalam kontek sosial maupun diri. Rasa tanggung jawab, perasaan bersalah saat melanggar sebuah aturan yang berlaku, perasaan yang nyaman dan aman saat segala sesuatu berjalan sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku menjadi salah satu contoh dari bentuk perasaan ini. 4 Perasaan keindahan Estetika, peraaan ini berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, perasaan ini dapat bersifat terkait dengan kebendaan atau kerohaniaan. Sebagai contoh saat senang dan puas saat melihat sesuatu diterapkan sesuai denga tempat dan kompisisinya yang sesuai, atau kesahajaan seseorang dalam menjalankan kehidupan sesuai dengan tuntunan yang benar. 5 Perasaan kethuanan, salahsatu kelebihan manusia adalah sebagai makhluk tuhan, dianugerahi fitrah kemampuan atau perasaan untuk mengenal tuhannya. Sebagai makhluk “homo Devinans” atau Homo Religius” maka manusia merasakan sesuatu kenyamaan atau keberutuhan saat segala sesuatu sesuai dengan tuntunan agama dan dilakukan hanya untuk tuhan. 3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi Berbagai hal menjadi faktor akan perkembangan emosi seseorang individu Harlock dalam Sunarto dan Hartono 2002 menjelaskan bahwa sebagian besar perkembangan dipengaruhi oleh adanya faktor kematangan dan belajar seseorang. Kemampuan seseorang dalam berfikir dan intelektual dalam cangkupan perkembangan kognitif dan bahasa memberikan sumbangan besar dalam kematangan individu. Hal ini nampak pada bagaimana seseoran mampu memaknai setiap pengalaman kehidupan yang terjadi salama perkembangan dari awal sampai akhir hayat seseorang. Semakin baik dan utuh seseorang dalam memaknai kehidupannya memberikan kematangan pada seseorang akan bentuk emosi yang dimiliki dalam merespon setiap kondisi yang ada. Faktor kematangan kognitif dan bahasa dalam pengaruh emosi juga pada perkembangan fisik terutama otak. Kemampuan respon dan pengolahan data pada otak akan memberikan pengaruh besar akan kemampuan seseorang dalam memaknai bahasa dan kondisi lingkungan yang ada. Selanjutnya pengaruh tersebut akan membentuk aspek emosi yang khas pada individu sesuai dengan tingkat kemampuannya dalam merespon. Hal yang sama juga mempengaruhi terkait dengan kematangan moral dan sosial individu. Terkait dengan metode dan faktor belajar yang dilalui Sunarto dan Hartono 2002 menjelaskan pengaruh beberapa hal yang mungkin dapat menghambat dan mendorong perkembangan emosi seseorang diantaranya a. Belajar dengan coba-coba b. Belajar dengan cara meniru c. Belajar dengan cara mempersamakan diri d. Belajar melalui pengkondisian e. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan terbatas pada aspek reaksi. 4. Karakteristik Emosi Emosi sebagai seuatu peristiwa psikologis mengandung ciri atau karakterisrik tertentu yang dapat dijelaskan sebagai berikut yusuf, 2009 a. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti berfikir dan pengamatan. b. Bersifat fluktuatif tidak tetap c. Banyak bersangkut paut demam peristiwa penganalan panca indra. Mengenai ciri-ciri emosi tersebut dapat dibedakan antar emosi pada anak-anak dan orang dewasa sepertihalnya dalam tabel berikut Perbedaan Emosi pada Anak dan Orang Dewasa Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba Telihat lebih hebat Bersifat sementara Lebih sering terjadi Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya Berlangsung lebih lama dan berakhir dengan lambat Tidak terlihat hebat Lebih mendalam dan lama Jarang terjadi Sulit diketahui karena lebih pandai menyembunyikan D. Aspek Perkembangan Sosial Yusuf 2009 menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah tidak senang mendengar suara keras dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono 2002 menyatakan bahwa hubungan sosial sosialisasi merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks. Dari pendapat diatas dapatlah dimengerti bahwa selama bertambah usia seseorang maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Hal ini selaras dengan apa yang dijelaskan dalam teori yang dikembangkan oleh McClelland tentang kebutuhan atau motif untuk beraffiliasi need for affiliation dengan orang lain. 1. Tahap Perkembangan Sosial Berdasarkan penjelasan diatasa maka dikatakan bahwa perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi sozialed, memerlukan tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock 2004 tiga proses dalam perkembabangan sosial adalah sbb a. Berprilaku dapat diterima secara sosial Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagain dari masyarakat atau lingkungan sosial tersebut. b. Memainkan peran di lingkungan sosialnya. Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya. c. Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri. 2. Bentuk Perilaku Sosial Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, malalui pergaulan atau hubungan yang terjalin antara anak dengan orang tua, saudara, teman sebaya, maupaun orang dewasa lain, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial yang menandai perkembangan sosial dalam dirinya dalam berbagai bentuk, Yusuf 2009 menjelaskan beberapa bentuk tingkah laku sosial yang kerap kali muncul dalam perkembangan sosial anak diantaramya sebagai berikut a. Pembangkangan Negativisme Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun. Pemberian label kepada anak seperti pemalah bodoh atau mungkin komunikasi yang terlaly keras sering berdampak pada pembangkangan pada anak. Hal ini karenan adanya perasaan paksaan atau intimidasi yang kuat dari orang dewasa atau orang lain terhadapa perilaku atau apa yang diharapkan. Oleh sebab itu orang tua hendaknya mau memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh anak sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent. b. Agresi Agression Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik nonverbal maupun kata-kata verbal. Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya. Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya. Perilaku yang harusnya muncul dari orang tua adalah berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat. c. Berselisih Bertengkar Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain. d. Menggoda Teasing Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal kata-kata ejekan atau cemoohan yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya. e. Persaingan Rivaly Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik. f. Kerja sama Cooperation Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik. g. Tingkah laku berkuasa Ascendant behavior Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya. h. Mementingkan diri sendiri selffishness Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. i. Simpati Sympaty Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh banyak faktir terutama pada sisi eksternal atau lingkungan hal ini terkait dengan orang tua, lingkungan bermain dan tubuh berkembang. Apabila lingkungan sosial mendukung perkembangan sosial yan positif maka akan mengarah pada bentuk penyesuaian diri yang positif dan apabila yang terjadi sebaliknya makan yang terjadi adalah bentuk yang negatif. 3. Penyesuaian diri atau sosial Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia. Penyesuaian diri ini dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Tiap individu mungkin dalam melakukan penyesuaian diri dapat berbeda-beda satu sama lainnya. Hal ini bergantung pada sifat dan caranya. Menurut Gerungan dalam Sobur 2009, penyesuaian diri dapat diartikan secara pasif dimana kegiatan individu ditentukan oleh lingkungan dan juga aktif dimana individu yang mempengaruhi lingkungan. Penyesuaian diri yang pasif dimana individu yang mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan disebut juga dengan penyesuaian diri yang autoplastis. Sedangkan penyesuaian diri yang aktif dimana individu mengubah lingkungan sesuai dengan keinginannya disebut juga dengan penyesuaian diri yang aloplastis. Ada dua kemungkinan yang terjadi sehubungan dengan penysuaian diri individu. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, maka ia disebut dapat melakukan penyesuaian dengan baik well adjusted. Sebaliknya, jika ia gagal dalam proses penyesuaiannya, ia disebut tidak punya kemampuan menyesuaikan diri maladjusted. Menurut Freud dalam Sobur 2009, maladjusted pada neurosis itu berasal dari tuntutan anak akan cinta love dan kesenangan pleasure dan berasal dari sikap anak terhadap orang-orang yang menghambat tercapainya kebutuhan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, individu secara terus menerus menyesuaikan diri dengan cara-cara tertentu hingga membentuk suatu pola tersendiri. Bentuk-bentuk penyesuaian diri dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu penyesuaian normal dan penyesuaian menyimpang. Penjabarannya adalah sebagai berikut. 1. Penyesuaian normal Individu yang memiliki penyesuaian normal well adjusted ciri-cirinya adalah mampu merespon kebutuhan dan masalah secara matang, efisien, puas, dan sehat wholesome. Adapun karakteristik penyesuaian yang normal adalah sebagai berikut. a. Absence of excessive emotionality, yaitu terhindar dari ekspresi emosi yang berlebih-lebihan, merugikan, atau kurang mampu mengontrol diri. b. Absence of psychological mechanisme, yaitu terhindar dari mekanisme psikologis seperti rasionaliasi, agresi, dan lain sebagainya. c. Absence of the sense of personal frustration, yaitu terhindar dari perasaan frustasi atau perasaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya. d. Rational deliberation and self-direction, yaitu memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional. e. Ability to learn, yaitu mampu belajar dan megambangkan kualitas dirinya. f. Utilization of past experience, yaitu mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik. g. Realistic and objective attitude, yaitu bersikap objektif dan realistis dalam hidup. 2. Penyesuaian menyimpang Penyesuaian diri yang menyimpang atau tidak normal merupakan proses pemenuhan kebutuhan atau upaya pemecahan masalah dengan cara-cara yang tidak wajar atau bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Penyesuaian yang menyimpang ini ditandai dengan respon-respon sebagai berikut. a. Perasaan rendah diri inferiority Inferiority merupakan perasaan atau sikap yang pada umumnya tidak disadari yang berasal dari kekurangan diri baik secara nyata maupun maya imajinasi. Sikap ini dipengaruhi oleh kondisi fisik, psikologis, dan kondisi lingkungan yang tidak kondusif. Gejala-gejala yang ditunjukkan antara lain peka, senang mengkritik, senang menyendiri, pemalu, penakut, dan lain sebagainya. b. Perasaan tidak mampu inadequacy Inadequacy merupakan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari lingkungan. Faktor penyebabnya adalah frustasi dan konsep diri yang tidak sehat. c. Perasaan gagal failure Seseorang yang merasa bahwa dirinya tidak mampu cenderung mengalami kegagalan untuk melakukan sesuatu atau mengatasi masalah yang dihadapinya. d. Perasaan bersalah guilty Perasaan ini mucul setelah seseorang melakukan perbuatan yang melanggar aturan moral atau sesuatu yang dianggap berdosa. E. Aspek Perkembangan Moral Pengetahuan moral merupakan aspek utama dalam perkembangan sisi kemanusiaan kita. Untuk menciptakan moral yang baik bagi inidividu khususnya dimulai dari anak-anak adalah menciptakan komunikasi yang harmonis antara individu yang ada sepertihalnya aspek sosial dan bahasa yang telah dijelaskan sebelumnya sepertihalnya orangtua dan anak. Kebanyakan ketika anak beranjak remaja atau dewasa, sedikit mengesampingkan ajaran-ajaran moral yang diakibatkan tidak adanya ruang komunikasi dialogis antara dirinya dengan orangtua sebagai “guru pertama” yang mestinya terus memberikan pengajaran moral. Jadi, titik terpenting dalam membentuk moral sang anak adalah lingkungan terkeceil dalam kehidupan yang dimulai dari sekitar rumah, setelah itu lingkungan sekolah dan terakhir adalah lingkungan masyarakat sekitar. Apabila rumah dan keluarga sebagai kontrol utama dan pertama dalam perkembangan moral anak tidak mampu memenuhi syarat yang baik tentunya hal ini akan berdampak besar terhadap perkembangan moral pada lingkungan yang lebih besar. Oleh karena itu, agar tidak terjadi hal seperti itu sudah sewajibnya orang tua membina interaksi komunikasi yang baik dengan sang buah hati supaya di masa mendatang ketika mereka memiliki masalah akan meminta jalan keluar kepada orang tuanya. Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya. Sedangkan Purwadarminto menyatakan moral diartikan sebagai ajaran baik dan buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah. Dengan demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. Dalam makna secara kebahasaan perkataan moral sendiri berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik. Santrock, 2007, Papalia, Old & Feldman 2008 menjelaskan Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Untuk mempelajari aturan-aturan tersebut, Santrock memfokuskan pada 4 pertanyaan dasar yaitu 1. Bagaimana seseorang mempertimbangkan dan berpikir mengenai keputusan moral? 2. Bagaiman sesungguhnya seseorang berperilaku dalam situasi moral? 3. Bagaimana sesorang merasakan hal-hal yang berhubungan dengan moral? 4. Apa yang menjadi karakteristik moral individu? Pada perkembangan moral, anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh aspek motivasi kognitif dan aspek motivasi afektif. Menurut teori Lawrence Kohlerg tahapan perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral, conventional dan autonomous. a. Fase premoral pra-konvensional Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan. Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap 1 Orientasi kepatuhan dan hukuman Anak menganggap baik atau buruk berdasarkan akibat yang ditimbulkan nya. Ia menganggab pada stadium ini bahwa setiap aturan-aturan yang ada ditentukan oleh kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat, dan apabila ia tidak mematuhinya maka akan mendapatkan hukuman. 2 Orientasi minat pribadi Pada ahap ini anak tidak lagi tergantung pada aturan yang ada diluar dirinya, atau yang ditentukan oleh orang lain melainkan didorong oleh keinginan dan kebutuhannya sendiri. b. Fase conventional Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal setia terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap 1 Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “sikap anak baik” Pada tahap ini anak mulai memasiki umur sebelas tahun dimana akan memperlihatkan orientasi perubahan yang dapat dinilai baik dan buruk oleh orang lain. Masyarakat atau orang lain adalah faktor penentu disini apakah dia melakukan sesuatu dengan benar atau tidak. Mencoba bersikap baik dan menjadi anak yang manis adalah hal penting pada saat ini. 2 Orientasi hukuman dan ketertiban Tahap ini adalah stadium dimana mempertahankan norma sosial dan otoritas menjadi penting. Pada tahap ini bersikap manis atau baik tidak hanya untuk dapat diterima atau dihargai oleh orang lain, tetapi juga merupakan bagian dari usaha untuk mempertahankan aturan atau norma yang sudah berlaku. Sehingga bebuat baik menjadi sebuah kewajiban untuk mengikuti aturan yang ada dan tidak berbuat kekacauan. c. Fase autonomous pasca-konvensional Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini 1 Orientasi kontrak sosial Pada stadium atau tahap ini hubungan timbal balik pada diri dan lingkungan sosial menjadi orientasi utama. Seseorang mencoba memberikan atau memperlihatkan perilaku yang sesuai dengan apa yang menjadi aturan masyarakat dan sebaliknya masyarakat harus mampu memberikan perlindungan dan rasa aman kepada kita. 2 Orientasi Prinsip Etika Menjadi remaja berarti harus mengerti akan nilai-nilai yang ada dan berkembang di masyarakat. Dalam kehidupan ada unsur pandangan subjektif yang menjadi norna atau nilai pribadi tetapi terdapat padanang sosial yang menyatakan sesuatu dikatakan benar atau salah yang ada terhadap perbuatan kita didalam masyarakat. Disini menekankan apakah sesuatu dikatakan benar dan salah tidak hanya berdasarkan etika pribadi tetapi juga pada etika sosial. F. Aspek Perkembangan Bahasa Bahasa merupakan suatu urutan kata-kata, dan bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai tempat yang berbeda atau waktu yang berbeda. Vygostsky 1978 berpendapat bahwa perkembangan bahasa seriring dengan perkembangan kognitif, malahan saling melengkapi, keduanya berkembang dalam satu lingkup sosial. Hal ini dijelaskan Piaget dalam Santrock 2007 yang berpendapat bahwa berfikir itu mendahului bahasa dan lebih luas dari bahasa. Bahasa adalah salah satu cara yang utama untuk mengeskpresikan pikiran dan dalam seluruh perkembangan kognitif. Bahasa dapat mengarahkan perhatian anak pada benda-benda baru atau hubungan baru yang ada dilingkungan, mengenalkan anak pada pandangan yang berbeda dan memberikan informasi baru pada anak. Hal ini dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan sebagian komponen yang ada didalam sistem kognitif pada perkembangan manusia. 1. Prinsip-prinsip perkembangan bahasa Seperti yang dijelaskan bahwa perkembangan bahasa sangat erat dengan perkembangan berfikir individu. Perkembangan kognitif individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan. Yusuf 2009 menjelaskan perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun yaitu saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut a. Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif seperti “bapak makan” b. Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif seperti “bapak tidak makan”. c. Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat 1 Kritikan “ini tidak boleh, tidak baik” 2 Keragua-raguan berangkali, mungkin, bisa jadi. 3 Menarik kesimpulan analogi seperti saaat anak melihat ayahnya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibunya sakit. Sejalan dengan hal itu maka terdapat dua prinsip yang mempengaruhi penyatuan pemikiran dan bahasa, yaitu a. Semua fungsi mental memiliki asal usul eksternal atau sosial. Anak-anak harus menggunakan bahasa dan mengkomunikasikannya kepada orang lain sebelum mereka berfokus ke dalam ke proses mental mereka sendiri. b. Anak-anak harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan bahasa selama periode waktu yang lama sebelum transisi dari kemampuan berbicara secara eksternal ke internal berlangsung. 2. Tugas perkembangan bahasa Terdapat beberapa fase tugas perkembangan bahasa yang biasa dilalui oleh setiap individu atau manusia. selayaknya sebuah tugas perkembangan maka saat seorang individu mampu menyelesaikan tugas perkembangan pada tahap atau stage sebelumnya maka hal tersebut akan mendorong atau membantu dalam penyelesaian tugas perkembangan pada tahap selanjutnya. Hal ini juga demikian berlaku pada sebaliknya jika seorang individu gagal atau kurang maksimal dalam penyelesaian tugas yang ada maka akan dapat mengahambat ketercapaian tugas pada fase sebelumnya. Yusuf 2009 menjelaskan terdapat 4 tugas perkembangan bahasa pada indivudu a. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Layaknya seorang bayi belum mampu memahami kalimat dan kata-kata dari orang lain. Tetapi seorang bayi mampu memahami makna bahasa orang lain dengan cara memahami gerakan atau bahasa tubuh yang menyertai ucapan tersebut. b. Pengembangan perbendaharaan kata, perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudia memasuki dengan tempo yang lebih cepat saat akan masuk pada masa-masa sekolah dan terus bertambah seiring dengan fase perkembangan yang ada. c. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan seseorang menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya mulai berkembang sebelum usia 2 tahun, bentuk kalimat pertama yang disusun adalah kalimat tunggal yang disertai dengan bahasa tubuh untuk melengkapi cara berfikir. Contoh menyebutkan sebuah benda atau mainan dengan sambil menunjukkan jari mereka ke hal tersebut yang dimana dalam hal ini yang dimaksud oleh sang anak adalah “ambilkan benda tersebut” atau mungkin “lihatlah benda itu” d. Ucapan, kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain. Evaluasi 1. Uraikan tahap perkembangan kognitif yang ada pada individu! 2. Jelaskan Beberapa faktor yang berpengaruh dalam perkembangan emosi individu! 3. Jelaskan perbedaan aspek perkembangan moral yang dijelaskan dalam teori Lawrence Kohlerg! 4. Uraikan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam aspek perkembangan bahasa anak! 5. Sebutkan berserta dengan contoh bentuk perilaku sosial yang biasa muncul selama perkembangan anak! Daftar Pustaka Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta Erlangga Papalia & Olds. 2008 Santrock, John W. 2007. Pekembangan Anak. Jakarta Erlangga Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung CV. Pustaka Setia. Sunarto & Hartono, Agung. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta PT Rineka Cipta Yusuf, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. BAB IV TAHAP PERKEMBANGAN Pada dasarnya, setiap manusia merupakan individu yang sedang berada pada tahap perkembangan menuju kematangan. Sebagai individu yang dinamis dan sedang berkembang, ia memiliki kebutuhan dan dinamika yang khas dalam berinteraksii dengan lingkungannya. Pada bab ini akan dibahas beberapa fese atau periode perkembangan yang ada pada individu. A. Periode Pranatal dan Kelahiran Masa pranatal merupakan periode pertama dalam rentetan tahap perkembangan seorang manusia. walaupun begitu periode ini dipahami sebagai periode yang paling singkat dibandingkan masa periode yang lainnya, sekaligus sebagai periode yang penting bahkan sangat penting diantara periode yang lain. Walaupun sebagai periode yang singkat, periode pranatal memiliki beberapa ciri atau karakteristik yang setiap ciri yang ada memliki pengaruh dalam perkembangan selama rentang kehidupan hurlock, 200428 1. Pada saat ini sifat-sifat bauran, yang berfungsi sebagai dasar bagi perkembangan selanjutnya, diturunkan sekali untuk selamanya. 2. Kondisi-kondisi yang baik dalam tubuh ibu dapat menunjang perkembangan sifat bawaan sedangkan kondisi yang tidak dapat menghambat dan menggannggu pola perkembangan Setelah mempelajari pokoh bahasan ini, diharapkan 1. Mahasiswa mampu memahami Karakteristik dari setiap fase perkembangan 2. Mahasiswa mampu menjelaskan tugas-tugas pada setiap fase perkembangan 3. Jenis kelamin individu yang baru diciptakan sudah dipastikan pada saat pembuahan dan kondisi dalam tubuh ibu tidak mempengaruinya 4. Perkembangan dan pertumbuhan yang normal lebih banyak terjadi selama periode pranatal dibandingkan pada periode lainnya 5. Periode pranatal merupakan masa yang mengandung banyak bahwa baik bersifat fisik maupun psikologis. 6. Periode pranatal merupakan saat dimana orang-orang yang berkepentingan mementuk sikap-sikap pada diri individu yang baru diciptakan. Dalam teori perkembangan Desmita 2009 dalam periode pranatal terdapat beberapa 3 tahap perkembangan yang cukup penting, yaitu 1 tahap germinal, 2 tahap embrionik, dan 3 tahap janin. Tahap germinal atau yang lebih dikenal dengan periode ovum atau nuthfah, periode ini merupakan awal dari bagaimana terbentuk manusia. peroide ini berlangsung selama 2 minggu pertama dari kehidupan. Pada masa inilah terjadinya pembuahan fertilization dalam tubuh atau kandungan seorang ibu. Pembuahan biasanya terjadi sementara ovum masih berada dalam tuba fallopi. Lebih dari dua belas sampai tiga puluh enam jam setelah telur-telur mamasuki tuba. Selama proses senggama coitus spermatozoon disimpang di mulut uterus dan setelah dibantu dengan kontraksi otot ritmis mulai mencari jalan untuk masuk ke dalam dan menembus ovum. Saat hal ini terjadi maka terbentuklah sel baru yang kita kenal dengan zigot. Zigot akan membelah menjadi bentuk=bentuk sel yang lebih kecil dan dikenal dengan blastokis. Blastokis yang berkembang dalam kurang lebih 3 hari akan berisikan cairan dan dibedakan menjadi 3 lapisan Desmita, 2009 lapisan atas ectoderm yang akan berkembang seperti halnya menjadi kulit, gigi, kuku, rambut dan syaraf. Kedua adalah lapisan tengah mesoderm yang nantinya akan berkembang menjadi otot, kulit tulang atau rangka, sistem peredaran darah dan lainya. Ketiga lapisan bawah endoderm yang nantinya akan berkembang menjadi sistem pencernaan, hati, pangkreas, sistem pernapasan dan lain-lain. Saat blastokis telah tertanam secara penuh pada dinding rahim maka terbentuklah yang namanya embrio dan mengakhiri tahap ini. B. Masa Bayi Masa bayi infancy ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis. Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 2 tahun. Erikson dalam Feist & Feist 2010 menjelaskan menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan sangatlah penting. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron eliminsi dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya. Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain. Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya “harapan”. Feist & Feist 2010 menjelaskan bahwa harapan muncul dari konflik antara rasa percaya dan ketidak percayaan. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik. Hal inilah yang menjadi kekuatan dasar dari hasil krisis sosial yang terjadi pada masa bayi. Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu ritualisasi. Oleh sebab itu, pada tahap ini bayi pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan ibunya dianggap sebagai sesuatu yang keramat numinous. Jika hubungan tersebut terjalin dengan baik, maka bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan tersendiri. Selain itu, Alwisol 2005 berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan menjadi dasar bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain, dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut. Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara interpersonal atau sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism pemujaan. Pemujaan ini dapat diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya anak akan memuja orang lain. C. Masa Anak-anak Awal Masa anak-anak telah menjadi masa begitu unik sehingga sulit untuk kita bayangkan bahwa masa tersebut tidak selalu dianggab berbeda dengan masa dewasa. Era baru telah mempelajari anak dimulai dengan munculnya beberapa perkembangan penting sejak tahun 1800-an. Menurut Montessori Hurlock, 2004 anak usia 3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Selain pendapat di atas, Montessori juga menyatakan bahwa masa sensitif anak pada usia ini mencakup sensitif terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, sensitif untuk berjalan, sensitif terhadap obyek-obyek kecil dan detail, serta terhadap aspek-aspek sosial kehidupan. Hal ini dapat kita contohkan dengan bagaimana seorang anak yang sibuk membolak-balik tanah saat mereka bermain dilapangan atau bagaimana ia selalu memperhatikan serangga atau hewan yang ia temui saat bermain. Erikson Fiest & Fiest, 2010 memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya, maka anak akan mampu mengembangkan prakarsa, dan daya kreatifnya, dan hal-hal yang produktif dalam bidang yang disenanginya. Guru yang selalu menolong, memberi nasehat, dan membantu mengerjakan sesuatu padahal anak dapat melakukannya sendiri, menurut Erikson dapat membuat anak tidak mendapatkan kesempatan untuk berbuat kesalahan atau belajar dari kesalahan itu. Selain itu Erikson dalam Fiest & Fiest 2010 menambahkan bahwa masa kanak-kanak awal early childhood ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya. Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot anal-mascular stages, masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian otonomi sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain. Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness terlalu menuruti kata hati, sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu. Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif yang dapat dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan anak secara bertahap mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban”. D. Masa Anak-anak akhir Pada masa ini Erikson menyebutnya dengan Masa Sekolah School Age ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority rasa rendah diri. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri. Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran. Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu inferioritas, sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia seperti ini. Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson disebut sebagai “keahlian sempit”. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman. Mereka yang mengidap sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan “masalah-masalah inferioritas”. Maksud dari pengertian tersebut yaitu jika seseorang tidak berhasil pada usaha pertama, maka jangan mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam tahap ini sama seperti tahap-tahap sebelumnya adalah dengan menyeimbangkan kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi. Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda dari tahap sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara maupun metode yang standar, sehingga anak tidak terpaku pada aturan yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya dikenal dengan istilah formal. Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai dengan aturan yang ditentukan untuk memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan memiliki sikap kaku dan hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah yang dapat menyebabkan relasi dengan orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism. E. Masa Remaja Tahap kelima merupakan tahap adolesen remaja, yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja adolescence ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota. Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara “aku”, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan identitas. Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit ruang toleransi terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut maladaptif ini dengan sebutan “fanatisisme”. Orang yang berada dalam sifat fanatisisme ini menganggap bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan “pengingkaran”. Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa atau masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat lain yang merupakan bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya. “Kesetiaan” akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini, jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala kekurangan, kelemahan, dan ketidakkonsistennya. Ritualisasi yang nampak dalam tahap adolesen ini dapat menumbuhkan ediologi dan totalisme. F. Masa Dewasa Awal Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal atau muda yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal Young adulthood ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang- orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya. Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun. Sementara dari segi lain/malignansi Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan. Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain. Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain. G. Masa Dewasa Akhir Erikson 1968 percaya bahwa orang dewasa tengah baya menghadapi persoalan hidup yang signifikan-generativitas vs stagnasi, adalah nama yang diberikan Erikson pada fase ketujuh dalam teori masa hidupnya. Generativitas mencangkup rencana-rencana orang dewasa yang mereka harap dapat dikerjakan guna meninggalkan warisan dirinya sendiri pada generasi selanjutnya. Sebaliknya, stagnasi disebut juga “penyerapan-diri” berkembang ketika individu merasa bahwa mereka tidak melakukan apa-apa bagi generasi berikutnya. Orang dewasa tengah baya mengembangkan generativitas dengan beberapa cara yang berbeda Kotre, 1984. Melalui generativitas biologis, orang dewasa hamil dan melahirkan anak. Melalui generativitas parental orang tua, orang dewasa memberikan asuhan dan bimbingan kepada anak-anak. Melalui generativitas kultural, orang dewasa menciptakan, merenovasi atau memelihara kebudayaan yang akhirnya bertahan. Dalam hal ini objek generatif adalah kebudayaan itu sendiri. Melalui generativitas kerja, orang dewasa mengembangkan keahlian yang diturunkan kepada orang lain. Dalam hal ini, individu generaf adalah seseorang yang mempelajari keahlian. Melalui generativitas, orang dewasa mempromosikan dan membimbing generasi berikutnya melalui aspek-aspek penting kehidupan seperti menjadi orang tua parenting, memimpin, mengajar dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat Mc Adams, 1990. Orang dewasa generatif mengembangkan warissan diri yang posif dan kemudian memberikannya sebagai hadiah pada generasi berikutnya. H. Masa Usia Lanjut Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua Senescence ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumaph serapah dan menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan. Evaluasi 1. Jelaskan karakteristik yang menyertai pada setiap fase perkembangan yang ada! 2. Jelaskan masing-masing tugas perkembangan yang ada pada tiap fase! 3. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pada setiap fase perkembangan! 4. Sebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan khususnya pada fase anak-anak agar mampu mencapai tugas perkembangan dengan optimal! 5. Uraikan konsep “Harapan” yang terjadi pada masa bayi atau pasca kelahiran! Daftar Pustaka Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang UMM Press Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. Fiest, J. Fiest, 2010. Teori Kepribadian Theories of Personality. Jakarta Penerbit Salemba Humanika Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta Erlangga ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang KehidupanElizabeth HurlockHurlock, Elizabeth. 2004. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta ErlanggaPsikologi Perkembangan Anak dan RemajaSyamsu YusufYusuf, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung PT. Remaja Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran ModulAbin Syamsyudin Makmun. 2004. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. BandungRosdaAlwisol. 2005. Psikologi Kepribadian. Malang UMM PressTeori Kepribadian Theories of PersonalityJ FiestG J FiestFiest, J. Fiest, 2010. Teori Kepribadian Theories of Personality. Jakarta Penerbit Salemba HumanikaTeori-teori Psikologi Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. Terj. SPA-TeamworkMatt JarvisJarvis, Matt.2007. Teori-teori Psikologi Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan dan Pikiran Manusia. Terj. SPA-Teamwork. Bandung Nusamedia dan Remaja tt Mengembangkan Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak Psikologi Pembelajaran IAnita E Sarlito Wirawan WoolfolkLorraine NicolichMccuneSarlito Wirawan 2008. Psikologi Remaja. Jakarta Rajawali Press Woolfolk, Anita E. & Nicolich, Lorraine McCune. tt. Mengembangkan Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak Psikologi Pembelajaran I.Pekembangan Anak. Jakarta Erlangga SoburJohn W SantrockSantrock, John W. 2007. Pekembangan Anak. Jakarta Erlangga Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung CV. Pustaka Setia.
intelektual individu ini terjadi perbedaan pendapat di antara penganut psikologi. Kelompok psikometrika radikal berpendapat bahwa perkembangan intelektual individu sekitar 90% ditentukan oleh faktor hereditas dan pengaruh lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan, hanya memberikan kontribusi sekitar 10% saja. Sebaliknya, kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin bahwa inteverensi lingkungan, 15 Gardner Howard, Kecerdasan Majemuk, Batam Interaksara, 2003, h. 32. 16 termasuk pendidikan, justru memiliki andil sekitar 80-85%, sedangkan hereditas hanya memberikan kontribusi 15-20% terhadap perkembangan intelektual individu. Tanpa mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, perkembangan intelektual sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor dan dua faktor utamanya, yaitu hereditas dan Pengaruh faktor hereditas dan lingkungan terhadap perkembangan intelektual itu dapat dijelaskan berikut ini a. Faktor Hereditas / Faktor Pembawaan Genetik Pembawaan ditentukan oleh sifat dan ciri yang dibawa sejak lahir. Banyak teori dan hasil penelitian menyatakan bahwa kapasitas intelegensi dipengaruhi oleh gen orang tua. Namun, yang cenderung mempengaruhi tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan anak tergantung factor gen mana ayah atau ibu yang dominant memepengaruhinya pada saat terjadinya “konsepsi” individu. Teori konvergensi mengemukakan bahwa anak yang lahir telah mempunyai potensi bawaan, tetapi potensi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik tanpa mendapat pendidikan dan latihan atau sentuhan dari lingkungan. b. Faktor Gizi Kadar gizi yang terkandung dalam makanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan inteligensi serta menentukan produktivitas kerja seseorang. Seandainya terjadi kekurangan pemberian makanan yang bergizi, maka pertumbuhan dan perkembangan anak yang bersangkutan akan tehambat, terutama perkembangan otaknya atau mentalnya. Apabila otak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara normal, maka fungsinya pun akan kurang normal pula akibatnya anak menjadi kurang cerdas pula. c. Faktor Kematangan 17 Mohammad Ali, Mohammad Asrori, Psikologi RemajaPerkembangan Peserta Didik., h. 33. Piaget seorang psikologi dari Swisss membuat empat tahapan kematangan dalam perkembangan intelektual yaitu 1 Periode sensori motorik 0-2 tahun 2 Periode pra opersional 2-7 tahun 3 Periode operasional konkrit 7-11 tahun 4 Periode operasional formal 11 tahun ke atas Hal tersebut membuktikan bahwa semakin bertambah usia seseorang, intelektualnya makin berfungsi dengan sempurna. Ini berarti faktor kematangan mempengaruhi struktur intelektual. Yaitu kemampuan menganalisis memecahkan suatu permasalahan yang rumit dengan d. Faktor Pembentukkan Pembentukan dapat diartikan sebagai segala keadaan diluar diri sesorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah dan pembentukan tidak sengaja pengaruh alam sekitar. e. Faktor Kebebasan Psikologis Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan intelegensi. Kebebasan psikologis perlu dikembangkan pada anak agar intelektualnya berkembang dengan baik. Anak yang memiliki kebebasan untuk berpendapat, tanpa disertai perasaan takut atau cemas dapat merangsang berkembangnya kreativitas dan pola pikir. Mereka bebas memilih cara metode tertentu dalam memecahkan ini memiliki sumbangan yang erarti dalam perkembangan intelektual. f. Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas Minat mengarahkan perbuatan manusia kepada suatu tujuan yang hendak di capai dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Dari dorongan untuk berinteraksi dengan dunia luar, lama kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu. Segala yang ia minati akan mendorongnya untuk melakukan lebih giat dan lebih baik lagi. 18 g. Faktor Lingkungan Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam mempengaruhi perkembangan intelektual anak, yaitu keluarga dan sekolah. 1 Keluarga Inteverensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk bepikir. Cara-cara yang digunakan, misalnya memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alaat-alat yang dapat mengembangakan daya kreativitas anak. Memberi kesempatan atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orang tua. 2 Sekolah Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan anak termasuk perkembangaan berpikir anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak ditangannya. Beberapa cara diantaranya adalah sebagai berikut a Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik. b Memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. c Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup. d Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan Menurut Andi Mappiare dalam buku karangan Sunarto dan Hartono ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi perkembangan intelektual antara lain 19 a. Bertambahnya informasi Ketika manusia mendapatkan informasi baru, informasi tersebut akan disimpan di dalam otak sehingga kecerdasannya pun bertambah dan dapat berpikir reflektif. b. Banyaknya pengalaman dan latihan dalam memecahkan masalah. Hal ini akan melatih manusia agar dapat berpikir secara proporsional. c. Adanya kebebasan berpikir Adanya kebebasan berpikir, faktor ini membuat manusia berani untuk menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan, dan menunjang keberanian anak dalam menyelesaikan masalah serta menarik kesimpulan dengan Tiga kondisi di atas sesuai dengan dasar-dasar teori Piaget mengenai perkembangan inteligensi, yakni a. Fungsi inteligensi termasuk proses adaptasi yang bersifat biologis. b. Bertambahnya usia menyebabkan berkembangnya struktur inteligensi baru, sehingga pengaruh pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif. Berdasarkan pembahasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan intelektual yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam seperti 20 Sunarto, Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta PT Asdi Mahasatya, 2006, h. 106. hereditas/gen, gizi, kematangan, pembentukan, kebebasan psikologis seta minat dan pembawaan yang khas. Sedangkan faktor dari luar yitu lingkungan keluarga dan sekolah. Jadi tidak hanya faktor hereditas/gen pembawaan, tetapi juga faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi tingkat intelektual seseorang. Semua faktor tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain. Untuk menentukan inteligensi atau tindakan seorang anak, kita tidak dapat hanya melihat satu faktor. Faktor-faktor tersebut menentukan perbedaan inteligensi seseorang. Inteligensi ini bukan hanya kecerdasan intelektual semata, namun semua kecerdasan-kecerdasan yang lain yang ada dalam diri setiap manusia. Kecerdasan-kecerdasan tersebut adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual. Kecerdasan ini pula memiliki bebagai kelebihan dan saling menunjang satu sama lain. B. Child Abuse Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga
TEORI PENDIDIKAN Pendidikan mempunyai peran dan manfaat yang besar dalam mencapai keberhasilan perkembangan anak. Pendidikan merupakan usaha sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan peserta didik dalam mencapai potensi dan kemampuan agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara atau tercapainya tujuan yang mulia tersebut maka dibutuhkan teori yang menunjukan kepada bentuk azas-azas yang saling berhubungan kepada petunjuk praktis. Dalam dunia pendidikan telah berkembang teori-teori pendidikan yang bertujuan agar generasi masa depan lebih baik daripada generasi-generasi tersebut adalah sebagai berikut A. Empirisme Teori ini dipelopori oleh Jhon Locke,seorang berbangsa Inggris yang lahir tahun 1623 dan meninggal tahun dengan aliran ini ia menganut paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan,keterampilan dan sikap manusia dalam perkembangannya ditentukan oleh pengalaman empiris nyata melalui alat inderanya,baik secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya maupun melalui proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara langsung. Empirisme barasal dari bahasa Latin,yaitu “empiricus” artinya “pengalaman”.Aliran ini bertentangan dengan paham aliran nativisme,artinya tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi di bawah lahir kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci,dalam pengertian anak bersih dan tidak membawa itu,aliran ini berpendapat bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan menentukan dalam perkembangan pribadi seseorang terutama pengaruh-pengaruh dari dalam faktor keturunan dianggap tidak ada. Ahli empiris mengatakan bahwa pendidikan dan lingkunganlah yang maha kuasa dan yang menentukan hasil pertumbuhan dan kemajuan. Teori ini disebut juga dengan “tabularasa”,artinya meja berlapis lilin yang belum ada lapisannya,atau dengan kata lain seseorang dilahirkan seperti kertas kosong yang belum ditulis,maka pendidiklah yang akan ini menganggap bahwa ketika anak lahir tidak mempunyai bakat,pembawaan atau potensi apa-apa,masih dalam keadaan jiwa yang kosong dan belum terisi sesuatu masih bersih,kosong,tidak ada tulisan atau gambar apa-apa,baik pada kertas atau papan berlapis lilin tersebut ,sehingga mau diisi,diwarnai,digambari atau dibuat apa tergantung dan ditentukan oleh lingkungan yang juga yang terjadi pada perkembangan diri manusia,menurut teori ini sangat tergantung pada lingkungannya,sama sekali tidak ada pembawaan,bakat,potensi yang dapat berkembang pengembangan anak pada pendidikan atau lingkungan berkuasa atas pembentukan anak,ini disebut juga aliran optimisme. Menurut aliran empirisme,mendidik manusia menurut kehendak pendidik dan juga lingkungan yang mempengaruhi tingkah laku ada lima aspek,yaitu 1. Sosiologi,yaitu lingkungan yang ditentukan oleh hubungan antar individu dalam suatu komunitas sosial. 2. Historis,yaitu lingkungan yang ditentukan oleh ciri suatu masa atau era dengan segala perkembangan peradabannya. 3. Geografis atau lingkungan alamiah,yaitu lingkungan yang ditentukan oleh letak wilayah. 4. Kultural,yaitu lingkungan yang ditentukan oleh kultural suatu masyarakat. 5. Psikologis,yaitu lingkungan yang ditentukan oleh kondisi kejiwaan. B. Nativisme Aliran nativisme berasal dari kata natus lahir,nativis pembawaan yang ajarannya memandang manusia anak manusia sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi dasar.Pembawaan itu ada yang baik dan ada yang tidak berpengaruh samasekali terhadap perkembangan adalah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap pemikiran Psikologi. Teori nativisme muncul dari filsafat nativisma terlahir yaitu suatu bentuk filsafat yang menyatakan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh faktor pembawaan sejak lahir dan faktor alam yang dipelopori oleh Arthur Schopenheur 1788-1780 seorang filosof Jerman yang berpendapat bahwa “mendidik merupakan membiasakan seseorang menumbuhkan dan membesarkan serta mengembangkan potensi-potensi yang dibawa anak sejak lahir”.Inti ajarannya adalah bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari faktor pembawaan yang berupa ini disebut juga dengan aliran pesimistik,karena pandangannya yang menyatakan bahwa orang yang berbakat tidak baik akan tetap tidak baik,sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi demikian aliran ini berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan pembawaan seseorang maka tidak akan ada gunanya. Mansur Ali Rajab menyebutkan bahwa ada lima pembawaan yang diwariskan orangtua kepada anaknya,yaitu 1. Pewarisan yang bersifat jasmaniah seperti warna kulit,bentuk tubuh,dll. 2. Pewarisan yang bersifat intelektual seperti kecerdasan dan kebodohan. 3. Pewarisan yang bersifat tingkahlaku. 4. Pewarisan yang bersifat alamiah internal. 5. Pewarisan yang bersifat sosiologis eksternal. Adapun faktor-faktor perkembangan manusia dalam teori nativisme adalah sebagai berikut 1. Faktor genetik,yaitu faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri adalah jika kedua orangtua anak itu seorang yang pandai maka anaknya memiliki pembawaan sebagai seorang yang pandai pula. 2. Faktor kemampuan anak,yaitu faktor yang menjadikan seorang anak dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya. 3. Faktor pertumbuhan anak,yaitu faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minat disetiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia akan bersikap energic,aktif dan responsif terhadap kemampuan yang pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mengenal bakat dan kemampuan yang dimiliki. Di dalam teori ini menurut Monad “di dalam diri individu manusia terdapat suatu inti pribadi”.Sedangkan dalam teori Arthur Schopenhaeur dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir/ dengan teori ini setiap manusia diharapkan 1. Mampu memunculkan bakat yang dimiliki,seorang anak bisa mengoptimalkan bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya. 2. Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi,tantangan zaman yang selalu berkembang dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain,sehingga diharapkan setiap manusia bisa lebih kreatif dan inofatif dalam perkembangan bakat dan minat menjadi manusia yang berkompeten yang bisa bersaing dalam menghadapi tantangan zaman. 3. Mendorong manusia dalam menentukan pilihan Hidup adalah pilihan,dalam hal ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana terhadap menentukan pilihannya dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut karena meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalah yang terbaik untuk dirinya. 4. Mendorong manusia mengenal bakat minat yang dimiliki,semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan bakatnya sehingga bisa lebih optimal. Tokoh lain dari nativisme adalah ahli filsafat dan pendidikan dari ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri dalam keadaan sehari-hari sering ditemukan anak mirip orangtuanya secara fisik dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orangtuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan. Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan yang baik dan pembawaan karena itu,hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak hal ini sangat jelas bahwa faktor lingkungan tidak ada tidak ada akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi mempunyai pembawaan baik maka dia menjadi orang yang buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah oleh kekuatan luar lingkungan. C. Naturalisme Naturalisme berasal dari bahasa Latin “nature” artinya ini dinamakan juga negativisme yaitu yang meragukan pendidikan untuk berkembang seseorang karena dia dilahirkan dengan pembawaan yang utama aliran ini adalah dalam mendidik seseorang kembalilah kepada alam agar pembawaan seseorang yang baik itu tidak dirusak oleh pendidik. Teori ini dikemukakan oleh filosof dari bangsa Perancis 1712-1778 berpendapat bahwa “semua adalah baik pada waktu baru datang dari tangan sang pencipta,tapi semua jadi buruk di tangan manusia”,dapat diartikan semua anak yang lahir mempunyai pembawaan yang baik,tidak ada seorangpun yang lahir mempunyai pembawaan yang tidak baik dan tidak ada seorangpun yang lahir dengan pembawaan yang buruk. Aliran ini ada persamaannya dengan teori nativisme,bahkan kadang-kadang mempunyai perbedaan-perbedaan dalam teori ini mengatakan bahwa sejak lahir anak sudah memiliki pembawaan sendiri-sendiri,baik bakat,minat,kemampuan,sifat,watak dan pembawaan-pembawaan akan berkembang sesuai dengan lingkungan yang dialami,bukan lingkungan yang yang dibawa anak hanya pembawaan yang baik saja,tidak sama dengan teori nativisme yang meliputi pembawaan baik dan alami pembawaan itu akan berkembang sesuai dengan alamnya sendiri-sendiri secara baik. Menurut Rousseu,jika pendidikan diartikan usaha sadar untuk mempengaruhi perkembangan anak seperti mengarahkan,mempengaruhi,menyiapkan,menghasilkan apalagi menjadikan anak kearah tertentu,maka usaha tersebut hanyalah berpengaruh jelek terhadap perkembangan ini sesuai dengan pernyataan Rousseau “pendidikan bukanlah suatu persiapan untuk hidup,melainkan memang hidup itu sendiri”.Pendidikan bukanlah harus mengikuti suatu proses tertentu,melainkan merupakan perkembangan atau pertumbuhan individu yang alami. Oleh karena itu,sebagai pendidik Rousseau mengajukan konsep “ pendidikan alam" yang maksudnya,anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut memiliki potensi atau kekuatan yang masih terpendam,yaitu potensi berfikir,berperasaan,berkemauan,berketerampilan,berkembang,mencari dan menemukan sendiri apa yang berbagai bentuk kegiatan dan usaha belajar,anak mengembangkan segala potensi yang dimiliknya. D. Konvergensi Konvergensi berasal dari bahasa Inggris ”convergen”,artinya pertemuan pada satu ini memperbaiki atau mempertemukan dua aliran yang berlawanan di atas,antara nativisme dan ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar bakat,keturunan maupun lingkungan ,keduanya memainkan peranan penting. Aliran konvergensi dipelopori oleh William Stern 1871-1937,ia berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun perkembangan anak,baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa ada dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu. Pada hakikatnya kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata,itu adalah hasil konvergensi .Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbahasa ,melalui situasi lingkungannya anak belajar berbahasa,karena itu semua manusia mampu hewan tidak ada pembawaan bahasa dengan kata-kata,karena itu tidak terdapat seekor hewanpun yang dapat berbahasa dengan kata-kata penuh dengan pengertian seperti pada manusia. TEORI PEMBELAJARAN Dalam kegiatan belajar dan mengajar di sekolah terjadi sebuah proses yaitu interaksi antara guru dan siswa, siswa dengan siswa jika terjadi kegiatan belajar kelompok. Dalam intraksi tersebut akan terjadi sebuah proses pembelajaran, pembelajaran secara umum didefisinikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional dan lingkungan pengaru dan pengalaman untuk memperole, meningkatkan atau membuat perubahan pengetahuan satu,keterampilan,nilai dan pandangan dunia. Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Teori belajar adalah upaya untuk mengambarkan bagaimana orang dan hewan belajar,sehinga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran. Belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang di sebabkan oleh pengalamanya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat di jelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawa, pemaksaan ,atau kondisi sementara seperti lelah, mabuk, perangsang dan sebagainya.[1] Menurut morgan menyatakan bahwa belajar adalah merupakan salah satu yang relative tetap dari tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dengan demikian dapat di ketahui bahwa belajar adalah usaha sadar yang di lakukan manusia dari pengalaman dan latihan untuk memperoleh kemampuan baru dan merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap , sebagai akibat dari latihan. Selanjutnya menurut Gerow mengemukakan bahwa “learning is demonstrated by areiatively permanent change behavior that occurs as theresult of practice or experience”.[2] Belajar adalah ditunjukkan oleh perubahan yangrelatif tetap dalam perilaku yang terjadi karena adanya latihan dan pengalaman –pengalaman. Dalam pengertian ini, tidak berarti semua perubahan berarti belajar, tetapi dapat dimasukan dalam pengertian belajar yaitu perubahan yang mengandung suatu usaha secara sadar, untuk mencapai tujuan tertentu.[3] Bedasarkan pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat diidentifikasi beberapa elemen yang penting mencirikan pengrtian belajar yaitu[4] a. Belajar yaitu suatu perbahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik. b. Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman ,untuk dapat di sebut belajar maka perubahan itu pada pokoknya didapatkan kecakapan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama. Tingkah laku yang mengalami perubahan karna belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun phisikis. A. Macam Macam Teori Belajar Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori- teori belajar yaitu teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, teori belajar konstruktivisme. Teori behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebua proses di mana pelajar aktif membangun atau menbangun ide-ide baru dan konsep. 1. Teori belajar Behaviorisme Teori behavioristik adalah sebuah yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Teori behavioristic dengan model hubungan stimulus-responnya,mendudukkan oraang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan perilaku semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenal hukuman. Menurut teori belajar Skinner akan dijelaskan pada bagian yang khusus yaitu teori belajar proses[5] a. Thorndike Thorndike belajar adalah proses interaksi antara stimulu dan respon menurut Thorndike perubahan tingkah laku bisa berwujud sesuatu yang dapat diamati atau yang tidak dapat diamati. b. Watson Menurut Watson belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon berbentuk tingkah laku yang bisa diamati dengan kata lain Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui karena faktor – faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar telah terjadi atau belum. c. Clark Hull Hull berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelamgsungan hidup. Oleh karena itu kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan menempati posisi sentral. d. Edwin Guthrie Mengumumkan bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus dan respon tertentu, stimulus dan respon merupakan faktor kritis dalam belajar. Oleh karena itu diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan lebih langgeng. 2. Teori belajar kognitivisme Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang telah berkembang kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuanyang telah ada .Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner,dan Gagne yaitu menekankan pada aspek pengelolaan organizer yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Ada beberapa teori belajar berbasis kognitivisme yaitu [6] a. Teori Kognitif Gestalt Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang padanan artinya bentuk atau konfigurasi. Dalam dunia psikologi Gestalt dimaknai sebagai kesatuan atau keseluruhan yang bermakna a unified or meanimgful whole. Pandangan Gestalt lebih menekankan kepada perilaku moral. Perilaku molecular bersifat mekanistik- otomatis dan menitikberatkan kepada perilaku dalam bentuk kontraksi .Gagasan pokok dari teori Gestalt yaitu pengelompokan grouping. Pentingnya grouping dijelaskan melalui hukum Gestalt 1 Proximity, kedekatan objek, yang berdekatatan satu sama lain cenderung mengelompok ; 2 Symmetry, simetri, atau similarity, kesamaan, makin mirip suatu objek makin cenderung mereka mengelompokkan ; 3 Good continuation, kesinambungan, objek yang membentuk garis sambung cenderung mengelompok. b. Teori Belajar Medan Kognitif dari Kult Lewin Kult Lewin mengembangkan teori belajar medan kognitif kognitivefield dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan fisikologi sosial. c. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget Ini disebut pula teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan mental, teori ini berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap-tahap pekembangan intelektual sejak lahir sampai dewasa. d. Teori Discovery Learning dari Jerome Yaitu imingan dari Polandia yang dibesarkan di New York. Dasar teori bruner adalah ungkapan piaget yang menyatakan bahwa anakr harus beperan secara aktif saat belajar dikelas. Konsepnya adalah belajar dengan menemukan discovery learning, siswa mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan timgkat kemajuan berfikir anak. e. Teori Belajar dari Robert M. Gagne Ia menggabungkan ide-ide behaviorisme dan kognitivisme dalam pembelajaran. Menurut Gagne, dalam pembelajaran terjadi proses penerimaaan informasi, untuk diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal dengan kondisi eksternal individu. 3. Teori Belajar Konstruktivisme Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir filosofi pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta ,konsep, ataukaidah yang siap untuk diambil dan harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka lebih paham dan mampu mengapliklasikannya dalam sebuah situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang membantu individu belajar dan lingkungan. Teori adalah seperangkat azaz yang tersususun tentang kejadian – kejadian tertentu dalam dunia dinyatakan oleh McKeachie dalam Grendel. Sedangkan Hamzah menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep produser dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama nya dan dapat dipelajari, dianalisis, dan diuji serta dibuktikan kebenarannya.[7] Belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang di sebabkan oleh pengalamanya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat di jelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawa, pemaksaan ,atau kondisi sementara seperti lelah, mabuk, perangsang dan sebagainya. Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori- teori belajar yaitu teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, teori belajar konstruktivisme. Teori behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebua proses di mana pelajar aktif membangun atau menbangun ide-ide baru. [1] Eveline Siregar, dan Hartini Nara, M,Si, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor Ghalia Indonesia, 2010, hlm. 4 [2] M. Thobroni. Belajar & Pembelajaran Teori dan Praktik, Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2016, Cet. 2, hlm. 26 [3] Ibid., hlm 27 [4] Max Darsono, Belajar dan Pembelajaran, Semarang IKIP Semarang Press, 2001, hlm. 76 [5] Hamzah Uno, Model Pembelajaran, Jakarta Bumi Aksara, 2007, hlm. 7-8 [6] Asri C. Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta Rineka Cipta, 2005, hlm. 22-23 [7] Hamzah Uno, hlm 26
faktor pembawaan yang mempengaruhi ditentukan oleh